Minggu, 28 Juli 2013

Asal Usul Tradisi Halal Bi Halal atau Halal Bil Halal

Asal Usul Tradisi Halal Bi Halal~ Indonesia memang kaya akan budaya dan tradisi kemasyarakatan termasuk pergaulan sesama muslim pun demikian, dikenal dengan istilah yang seolah-olah berbahasa Arab yaitu "Halal bi Halal" atau "Halal bil Halal". Dalam syari'at Islam istilah di atas sama sekali tidak dikenal, dan entah darimana asalnya tradisi berkumpul dan saling memaafkan sesama muslim pasca lebaran tiba yang bahkan sampai ada upacara akbar peryaan halal bi halal. Itu adalah adat dan tradisi umat Islam di Indonesia. 


Lantas, apakah salah dengan fenomena kebiasaan itu? Maka jawabannya menurut hemat penulis tergantung penilaian orang yang memandang. Bila upacara halal bi halal itu dianggap sebagai keharusan dan merupakan kewajiban maka itu termasuk kategori yang "dilarang", tetapi bila dianggap sebagai acara biasa dan tidak lain merupakan adat istiadat semata maka tidak ada salahnya bila hal itu kita lakukan.

Perlu juga diketahui apakah sebenarnya hakikat halal bi halal ini. Simak ulasannya di bawah ini:
Istilah halal bi halal ini sesungguhnya tidak terdapat di Al-Qur'an maupun Hadits Nabi Muhammad SAW yang shahih dan bahkan dalam bahasa Arab pun tidak ada.

Pada kamus Besar B. Indonesia yang diterbitkan oleh Balai Pustaka memang istilah ini ada. Pada keterangannya disebutkan :
Halal bihalal adalah acara maaf-memaafkan pada hari lebaran. Atas dasar ini, maksud halal bihalal sesuai dengan istilah bahasa Indonesia adalah untuk menciptakan suasana saling memaafkan antara satu dengan yang lain (Tim Penyusun Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia,1989 hal, 293).

Ada pula yang memaksakan pendapatnya bahwa halal bi halal ini dari bahasa Arab dengan landasan dalil dari Hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Imam Bukhori, yaitu :

مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلِمَةٌ لأَِخِيْهِ فِى عِرْضِهِ أَوْ شَيْئٍ فَلْيَتَحَلّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ (رواه البخارى
“Barangsiapa melakukan penganiayaan (kesalahan) terhadap orang lain, baik menyangkut kehormatan ataupun yang lain, maka hendaknya pada saat itu juga minta dihalalkan/dimaafkan”. (HR. Al-Bukhari)

Pada redaksi hadits di atas ada kata-kata "“fal yatahallalhu"”, yang artinya hendaknya minta dihalalkan atau dimaafkan. Kata-kata inilah yang diambil oleh ulama Indonesia tempo dulu dalam rangka menciptakan suatu momen istimewa di hari raya lebaran / idul fithri di mana antara satu orang dengan yang lain bisa saling memaafkan. Istilah saling halal menghalalkan ini kemudian didekatkan dengan kaidah bahasa Arab sehingga menjadi halal bi halal.



Dapat ditegaskan kembali di sini bahwa halal bi halal bukan asli istilah dari bahasa Arab, tetapi hanyalah merupakan kosakata Arab saja. Dalam syari'at Islam perintah untuk saling halal-menghalalkan atau maaf memaafkan antara satu dengan yang lain, tidak hanya terbatas pada saat lebaran atau dalam suasana idul fitri saja, tetapi berlaku sepanjang waktu, kapan saja, di mana saja bilamana telah melakukan kesalahan atau penganiayaan kepada orang lain. Imam al-Kahlani al-Shan’ani dalam kitabnya “Subul al-Salam” mengatakan bahwa berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari tersebut menunjukkan “wujub al-istihlal”, yakni kewajiban meminta maaf kepada orang yang didzalimi.

Demikian artikel singkat mengenai penjelasan tradisi halal bi halal di Indonesia. Semoga menjadi pencerahan buat kita semuanya khususnya kaum muslimin. Mari kita jelang tibanya idul fithri ini dengan memohon do'a kepada Allah SWT agar mendapat lailatul qodar: Allohumma innaka 'afuwwun tuhibbul 'afwa fa'fu 'anni.
Dan akhirnya selamat hari raya iedul fithri 1434 H teriring do'a: Taqobbalallohu minna wa minkum.
Wallahu a’lam !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar