Jumat, 31 Mei 2013

Mari Mensyukuri Nikmat Allah SWT

Manusia adalah makhluk paling sempurna yang diciptakan Allah Swt. Yang berbeda dengan makhluk lainnya, karena manusia di beri akal untuk berpikir serta hati yang dapat mengarahkan segala gerak langkahnya. Dengan kesempurnaan inilah sudah sepantasnya manusia senantiasa mengingat akan semua kebesaran serta bersyukur atas segala karunia yang diberikan Allah kepadanya. Sebagaimana Firman-Nya:
Artinya : Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.(Al-Baqarah : 152)
Dengan segala nikmat yang diberikan Allah pada makhluk-Nya sepasang bola mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, lidah untuk mengucap, hidung untuk mencium, kulit untuk meraba, dua kaki untuk berjalan, tangan untuk menggenggam, disamping itu manusia juga di beri akal untuk berpikir, sehingga dengan akal inilah manusia dapat menciptakan alat-alat teknologi yang semakin bervariasi dan canggih di zaman mutakhir ini yang dapat dirasakan manfaatnya di seluruh penjuru dunia, kita dapat menyaksikan para ilmuan yang menemukan penemuannya, serta para ilmuan yang dapat menciptakan alat-alat yang begitu hebatnya. Namun, kita belum menyaksikan ada sekumpulan manusia yang dapat menciptakan alam semesta beserta isinya. Bumi tempat berpijak, langit yang dihiasi benda-benda langit, kitapun dapat menghirup uadara yang segar serta panasnya matahari, semua itu adalah ciptaan Allah Swt.

Semua nikmat yang begitu besarnya yang diberikan Allah kepada makhluk-Nya dapat dirasakan manfaatnya, serta dengan kesempurnaan fisik yang diberikan Allah kepada kita, sudah sepantasnyalah kita mensyukuri semua karunia-Nya, hendaklah sepanjang hidup kita, kita gunakan untuk berdzikir kepada-Nya, dalam setiap gerak langkah kita senantiasa berpikir betapa besar ciptaan-Nya di langit dan di bumi dan semuanya itu tiada yang sia-sia.

Namun dalam kenyataannya masih banyak orang-orang yang tidak mensyukuri dengan apa yang telah diberikan Allah kepadanya, bahkan tidak sedikit manusia yang takabur dan gila harta, ia lupa bahwa segala kesenangan di dunia akan berakhir dan semua akan kembali kepada-Nya.
Kita juga mesti merenungkan bahwa mensyukuri nikmat pembuka barokah.

Artikel menarik lainnya layak dibaca: Etika pergaulan remaja muslim.

Selasa, 28 Mei 2013

Mengatasi Anak Pemalu Dalam Bergaul | Makalah

Masalah yang dihadapi oleh anak-anak taman kanak-kanak biasanya berkaitan dengan gangguan pada perkembangan anak. Bila tidak segera diatasi gangguan itu akan berlanjut pada fase perkembangan berikutnya yaitu fase perkembangan anak sekolah. Contohnya pada fase ini anak masih ngompol, anak itu dijauhi oleh teman-temannya sehingga pada fase berikutnya yaitu fase sekolah anak tidak bisa menyesuaikan diri dengan temannya. Oleh karena itu guru perlu mengetahui berbagai masalah itu agar dapat membantu anak memecahkannya.

Pengertian Pemalu
Pemalu adalah sifat yang pasif, dimana anak yang pemalu itu memiliki aktivitas motorik dan kognitif yang kurang/diam. Pemalu merupakan kelainan prilaku yang jelas asal usulnya, gangguan prilaku tersebut terkombinasi dengan sifat-sifat tertentu seperti, diam, tidak mau bertanya apa-apa.
Menurut para ahli bahwa pemalu adalah gangguan yang mempunyai ciri-ciri pasif yang monoton, biasanya mengalami kesukaran dalam berkomunikasi dan berperilaku.

Karakteristik atau Ciri-ciri Pemalu
Pendiam
Interaksi dengan lingkungan sekitar kurang
Sulit mengemukakan pendapat pada orang lain
Selalu menutup diri
Tidak suka melakukan tugas yang diberikan karena takut salah.

Faktor Penyebab Pemalu
a. Faktor Fisik
- Abnormalitasnya aktivitas anak
- Ada kekurangannya di dalam diri anak
- Anak tidak merasa sama dengan teman-temannya

b. Faktor Psikis
Dilihat dari segi psikologis yaitu bahwa anak itu pemalu cenderung kurang berinteraksi dengan teman-temannya atau dengan lingkungan sekitarnya, akibatnya anak pada waktu bertemu dengan orang lain merasa malu dan takut.

c. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan, yang menyebabkan anak pemalu yaitu kurang baiknya lingkungan disekitar rumah. Sehingga, anak jarang keluar rumah akibatnya anak jadi pemalu.

d. Faktor Emosional
Anak yang emosinya tidak setabil sulit untuk berkonsentrasi dan berpikir logis, tidak mampu memotivasi dirinya untuk tetap fokus pada aktivitasnya serta tidak mampu membina hubungan yang harmonis dengan lingkungan dimana ia berada.

Cara Pencegahan Anak Pemalu
- Harus memberi motivasi yang kuat
Anak yang pemalu biasanya dalam melakukan berbagai hal harus disertai dengan cara memberi motivasi atau bersamaan, sehingga anak bisa berinteraksi.

- Harus bisa mengarahkan anak tersebut.
Anak harus bisa diarahkan atau dilibatkan suatu kegiatan yang mampu menarik perhatian dan minat anak yaitu kegiatan-kegiatan yang bisa menarik anak

Anak pemalu cenderung memiliki aktivitas yang monoton (pasif) dan kelakuannya sering banyak diam dan menyendiri, faktor penyebab anak pemalu yaitu kurangnya interaksi dilingkungan rumahnya sehingga anak menjadi kaku dan ada rasa takut ketika bertemu dengan orang lain. Faktor lain yaitu karena kurangnya interaksi antara keluarga.

Cara penanggulangannya Mengatasi Anak Pemalu Dalam Bergaul  yaitu dengan hati yang sabar, ikhlas dengan penuh sungguh-sungguh.

DAFTAR PUSTAKA
Tim Redaksi Puspa Swara. 2001. Mengatasi Problema Psikologis Balita. Jakarta : Pupa Swara.
Rosemini. A. Prianto. 2003. Perilaku Anak Usia Dini Kasus dan Pemecahannya. Yogya : Kanisius.

Baca juga artikel menarik lainnya cara mengatasi masalah dengan teman.| Etika pegaulan remaja muslim.

Cara Menanamkan Sikap Sosial Terhadap Anak-anak di Dalam Kelas

Anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah tidak lepas dari peranan guru. Di tangan para gurulah terletak kemungkinan berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan proses pembelajaran dan pembentukan sikap mental/kepribadian anak sehingga anak memiliki sikap mental dan kepribadian yang positif atau negatif.

Supaya semua guru mampu menunaikan tugas dengan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan pendidikan baik secara mikro maupun makro para guru harus memahami dengan seksama keadaan anak baik secara individu maupun secara kelompok apalagi dengan pembentukan sikap mental dan kepribadiannya terutama dalam penanaman sikap sosial.

Ada Beberapa langkah cara menanamkan sikap sosial kepada anak di dalam kelas diantaranya :

Menciptakan suasana belajar yang aktif dan menyenangkan

Suasana belajar yang menyenangkan dalam proses pembelajaran ditunjang oleh beberapa faktor diantaranya karakteristik anak, pengalaman, interaksi, komunikasi dan refleksi.

Dengan memahami karakteristik anak seorang guru dapat melayani apa yang dibutuhkan siswanya ketika proses belajar. Dengan memberikan pengalaman untuk melakukan sesuatu ketika proses belajar berlangsung kreatifitas si anak akan berkembang. Begitu pula dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk berinteraksi dan berkomunikasi akan tercipta suasana pembelajaran yang menyenangkan. Dengan memberikan kesempatan untuk merepleksikan kembali gagasan/pendapat terhadap sesuatu hal si anak akan berusaha memperbaiki dan memperkuat gagasannya.
Memahami anak secara individu

Seorang guru sudah menjadi suatu keharusan untuk bisa memahami benar bahwa di dunia ini tak ada individu anak yang sama dengan individu anak lainnya. Perbedaan individu anak ini bisa dilihat dari perbedaan horizontal dan vertikal (Drs.A. Tabrani Lusian, 1989).

Perbedaan individu secara vertikal seperti bentuk, tinggi, besar, dan segi jasmaniah lainnya. Perbedaan individu secara horizontal meliputi kecerdasan, abilitas, minat, ingatan, emosi, kemauan dan sebagainya.

Berdasarkan perbedaan individu tersebut hendaknya para guru mempertimbangkan perlakuan yang akan dilakukannya terhadap anak meskipun dalam hal-hal tertentu para guru memberi perlakuan yang sama kepada mereka.

Pembiasaan Nilai-nilai Budi Pekerti

Nilai-nilai budi pekerti yang dimaksud misalnya sikap saling menolong, sikap peduli, sikap saling menghargai, sikap saling menghormati, sikap lapang dada, sikap berjiwa besar. Pembiasaan nilai-nilai budi pekerti ini bisa dilaksanakan oleh siswa baik ketika proses belajar berlangsung maupun ketika anak beristirahat dengan ataupun tanpa bimbingan guru.

Pembiasaan nilai budi pekerti dilakukan melalui diskusi kelompok, belajar klasikal, individual, dan ketika atau selesai evaluasi belajar. Karena melalui proses belajar itulah anak membiasakan diri berinteraksi, berkomunikasi, menghargai pendapat teman, menghormati perbedaan, membantu temannya memahami materi pelajaran dengan menjadi tutor sebaya, meminjamkan peralatan belajar yang dimilikinya kepada teman yang ketinggalan atau tidak punya, diajak menengok temannya yang sakit, saling berbagi makanan ketika beristirahat.

Memberikan Keteladanan Cara Menanamkan Sikap Sosial Terhadap Anak-anak di Dalam Kelas

Sebagai pigur sentral dalam proses pembelajaran dan ujung tombak/pelaku mencapai tujuan pendidikan nasional seharusnyalah guru memberikan keteladanan dalam mempraktekan nilai-nilai budi pekerti tersebut diatas dalam kehidupan sehari-hari bukan hanya ditataran retorika dan instruksi-instruksi saja. Karena melalui keteladanan peniruan akan mudah sekali dilakukan.

Anak dan Lingkungan Sosial

Manusia termasuk anak-anak sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari saling ketergantungan antara individu yang satu dengan individu lainnya atau jelasnya tidak bisa hidup sendiri-sendiri. Suasana saling ketergantungan tersebut membentuk suatu hubungan yang lajim dinamakan hubungan sosial.

Hubungan sosial yang terbina dari saling ketergantungan memberikan pengaruh besar terhadap pembentukan sikap mental atau kepribadian si anak itu sendiri baik pengaruh yang positif maupun pengaruh yang negatif. Pengaruh positif yang terbentuk dari hubungan sosial terhadap sikap mental/ kepribadian anak diantaranya sikap peduli, sikap saling menghormati, sikap saling menghargai.

Pengaruh negatif yang terbentuk dari hubungan sosial terhadap sikap mental/kepribadian anak diantaranva masa bodoh, tidak memiliki rasa kepedulian, konfrontatif. Beruntung sekali apabila sikap mental/kepribadian yang terbentuk dari hubungan sosial tersebut memberi pengaruh positif. Sebaliknya celaka dan merugi sekali apabila hubungan sosial yang terbentuk memberi pengaruh negatif terhadap sikap mental/kepribadian sianak.

Lingkungan sosial anak tidak jauh berbeda dengan lingkungan sosial orang dewasa. Pada umumnya anak-anak usia 6-13 tahun (Usia Sekolah Dasar) menjalin hubungan sosial di lingkungan sekolah selama kurang lebih 3 s/d 5 jam. Atas dasar inilah lingkungan sekolahpun memberikan pengaruh yang tidak kalah pentingnya terhadap pembentukan sikap mental/kepribadian anak disamping lingkungan keluarga dan masyarakat luas meskipun waktu yang dihabiskan anak di lingkungan sekolah relatif singkat.

DAFTAR PUSTAKA
§ Ujang Suhendi. dkk, 2001. Belajar Aktif dan Terpadu.
§ Alang Tabrani Rustian, 1989. Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar.
§ Drs. Sufyan Ramadhy, 2001. Mengembangkan Kecerdasan Anak.
§ Drs. Ruswendi Hermawan, M.Ed, 2006. Perspektif Sosial Budaya.
§ TIM DOSEN. (2008). Bahan Ajar Sosiologi Pendidikan. Fakultasl Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia : Tasikmalaya.

Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Anak | Makalah Pendidikan

Latar Belakang makalah Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Anak mata kuliah perkembangan peserta didik:
Individu manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna bila dibanding dengan makhluk-makhluk lainnya. Meskipun pada saat kelahirannya anak manusia tampak seperti kurang berdaya bila dibanding dengan anak hewan, misalnya, ia sesungguhnya memiliki potensi yang sangat besar. Dengan berbagai potensi yang dimilikinya, anak manusia bisa berkembang dan mengalami banyak perubahan dalam kehidupannya baik secara fisik maupun psikis.

Selama terjadinya proses perkembangan tersebut, berperan atau berpengaruh berbagai faktor. Fakrot-faktor yang mempengaruhi perkembangan itu ada tiga yakni Hereditas, lingkungan dan Kematangan.

PEMBAHASAN Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Anak

Berkenaan dengan upaya pendidikan, unsur biologis dan perseptual merupakan salah satu faktor perkembangan anak yang cukup esensial untuk diperhatikan. Alasan ini bukan semata-mata karena pertumbuhan biologis (hereditas), lingkungan dan kematangan merupakan proses perkembangan individu yang paling tampak, karena faktor-faktor ini sangat terkait erat dengan perkembangan aspek perilaku dan segi-segi mental lainnya.

2.1 Hereditas
Setiap spesies, termasuk manusia, memiliki suatu mekanisme tertentu untuk mewariskan karakteristik-karateristik bawaan dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Mekanisme tersebut dapat dipahami melalui prinsip-prinsip pewarisankebudayaan.

Kehidupan individu (manusia) tumbuh dari sel reproduksi yang disebut dengan gametes el reproduksi yang berasal dari orang tua. Sel reproduksi dari pihak ayah disebut sperma dan dari pihak ibu dikenal sebagai sel telur. Sperma dan sel telur inilah yang membuat informasi genetika sebagaimana terkandung dalam struktur-struktur molekuler yang disebut dengan gen.

Gen adalah unit-unit informasi keturunan atau bawaan yang bertindak sebagai ”blueprint” bagi sel untuk mereproduksi diri dan untuk menghasilkan protein yang mempertahankan kehidupan. Gen-gen ini membentuk kromosom. Setiap sperma atau sel telur manusia terdiri dari 23 kromosom.

Secara fisik, gen adalah bagian-bagian pendek dari DNA-DNA merupakan suatu molekul yang kompleks yang memuat informasi genetik. Dalam perkembangan individu, DNA memberikan kontribusi dengan dua cara. Pertama, DNA memuat kode informasi genetika yang dibutuhkan organisme disaat berkembang. Kedua, DNA dapat memberikan informasi ini melalui kemampuannya untuk membelah diri dan memproduksi. Pada saat sekarang para ahli psikologi anak berpendapat bahwa hereditas lebih banyak mempengaruhi sifat-sifat manusia, diantaranya sebagai berikut :

1. Jenis kelamin, Pada umur tertentu pria dan wanita sangat berbeda dalam ukuran besar, kecepatan tumbuh, proporsi jasmani dan lain-lainnya sehingga memerlukan ukuran-ukuran normal tersendiri. Wanita menjadi dewasa lebih dini, yaitu mulai adolesensi pada umur 10 tahun, pria mulai pada umur 12 tahun.
2. Ras atau bangsa. Oleh beberapa ahli antropologi disebutkan bahwa ras kuning mempunyai tendensi lebih pendek dibandingkan dengan ras kulit putih. Perbedaan antar bangsa tampak juga bila kita bandingkan orang Skandinavia yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang Italia.
3. Keluarga. Tidak jarang dijumpai dalam suatu keluarga terdapat anggota keluarga yang pendek dan anggota keluarga lainnya yang tinggi.
4. Umur. Kecepatan tumbuh yang paling besar ditemukan pada masa fetus, masa bayi dan masa adolesensi.

2.2 Lingkungan
Pertumbuhan dan perkembangan manusia sejak lahir berlangsung dalam lingkungan sosial yang meliputi semua manusia yang berada dalam lingkungan hidup itu. Interaksi antara individu dengan lingkungan sosial itulah yang memungkinkannya untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan sehingga akan dapat mencapai keterampilan-keterampilan tertentu yang dituntut sesuai dengan tingkat perkembangannya. Disinilah peran lingkungan nampak, sehingga diharapkan lingkungan dapat memberikan stimulasi-stimulasi bagi berlangsungnya perkembangan secara wajar dan lancar.

Dalam interaksi sosial, manusia sejak lahir telah menjadi anggota kelompok sosial yang dalam hal ini ialah keluarga. Disinipun manusia belajar menyesuaikan diri pada nilai-nilai dan norma-norma yang dianut dan diikuti oleh anggota-anggota kelompok dalam lingkungan keluarga itu. Oleh karenanya keluarga adalah lembaga sosial pertama yang dikenal oleh anak dalam rangka proses perkembangan anak.

Interaksi manusia dengan lingkungannya sejak lahir menghendaki penguasaan lingkungan maupun penyesuaian diri pada lingkungan. Disinilah peran faktor intra individual yang berupa potensi-potensi psikis seperti minat, motivasi dan sebagainya untuk diaktualisasikan oleh individu dengan bantuan dari pendidik-pendidik tidak hanya menanti kapan individu bangkit, melainkan harus berupaya agar potensi-potensi yang ada pada peserta didik dapat teraktualisasikan secara baik.

Atas dasar keterikatan dan kewajiban sosial para pendidik (terutama orang tua), maka anak senantiasa berusaha menciptakan lingkungan fisik, lingkungan sosial, serta lingkungan psikis yang sebaik-baiknya bagi proses perkembangannya.

2.3 Kematangan
Perkembangan yang dialami peserta didik membawa mereka ke arah kematangan. Kematangan ini akan tercapai jika mereka sudah menemukan pegangan atau nilai-nilai yang mereka cari yaitu menjelang berakhirnya masa remaja atau mulainya masa dewasa.
Kematangan adalah urutan perubahan yang dialami individu secara teratur yang ditentukan oleh rancangan genetiknya (Santrock & Yussen). Kematangan dapat mencakup antara lain kematangan fisik atau jasmani, kematangan sosial, kematangan emosional, kematangan dalam cara berpikir dan bersikap, serta kematangan sekolah.

Kematangan fisik atau jasmani terjadi setelah berhentinya pertumbuhan yang terjadi dengan pesat, sehingga anak laki-laki akan kelihatan berjalan dengan tegap karena dada dan bahunya semakin bidang sedang anak wanita berjalan melenggang karena pinggulnya yang membesar.

Kematangan sosial ditandai oleh sikap sosial yang mantap sebagai anggota masyarakat, dan anggota keluarga yang mulai merasakan adanya tanggungjawab baik sebagai pribadi ataupun sebagai anggota masyarakat.

Kematangan emosional ditandai oleh stabilnya emosi sehingga ledakan-ledakan yang sering terjadi semakin berkurang dan bahkan berhenti sama sekali.

Kematangan dalam berpikir dan bersikap sangat erat hubungannya dengan kematangan sosial dan emosional. Peserta didik mulai mampu berpikir dan bersikap dewasa dalam memecahkan berbagai masalah.

Kematangan sekolah adalah suatu kondisi dimana anak telah memiliki kesiapan yang cukup memadai baik fisik, psikologis, kognitif, dan sosial dalam memenuhi tuntutan lingkungan formal atau sekolah yang akan dimasukinya.

Jika kematangan telah sampai pada titik siap berkembang, maka belajar dapat dimulai (Hurlock). Kematangan dan belajar akan berlangsung beriringan. Anak harus mencapai kematangan tertentu sebelum mereka dapat belajar. Masa itu disebut sebagai ”teachable moment”. Hurlock juga menyebutkan adanya tiga patokan yang dapat membantu menentukan kesiapan anak untuk belajar sesuatu, yaitu :
1. Adanya perhatian terhadap sesuatu yang dipelajari
2. Minat yang berjalan terus dan menjadi semakin kuat
3. Hasil dari kegiatannya harus lebih baik karena belajar.

Kesimpulan
Meskipun konflik pendapat tetap berlangsung diantara para ahli berkenaan dengan penentuan faktor apa yang paling berpengaruh terhadap perkembangan individu, pada prinsipnya dapat disimpulkan bahwa ada tiga faktor dominan yang perlu dibicarakan, yaitu :
1. Faktor hereditas yang bersifat alamiah dan merupakan sesuatu yang diwariskan dari orang tua.
2. Faktor lingkungan sebagai kondisi atau pengalaman-pengalaman interaksional yang memungkinkan berlangsungnya proses perkembangan.
3. Faktor kematangan adalah urutan perubahan yang dialami oleh individu secara teratur.

Saran
Sebagai calon pendidik, kita harus mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan peserta didik, yaitu hereditas, lingkungan dan kematangan. Karena hal-hal tersebut ternyata sangat berpengaruh terhadap perkembangan peserta didik baik dalam hal menangkap pelajaran di sekolah, pergaulannya dengan teman sebaya dan lain-lain. Selain itu faktor-faktor tersebut pun dapat membantu kita mengenali peserta didik yang mengalami perubahan sampai tercapainya kematangan baik fisik atau jasmani, sosial-emosional serta berpikir dan bersikap.

DAFTAR PUSTAKA
Dr. Wardani dkk. 1984. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Universitas Terbuka. Dekdikbud.
R. Semiawan, Prof. Dr. Conny. 1998. Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Jakarta : Depdikbud.

Silahkan baca: Kumpulan kata kalimat mutiara selamat lebaran.

Mengenal Anak Hiperaktif

Anak yang selalu mengganggu teman tidak bisa diam dan seolah-olah tidak memperhatikan pelajaran di kelas, serta tidak dapat mengikuti pelajaran di dalam kelas, bukanlah anak nakal dan bukan juga anak malas dan bodoh, namun anak tersebut mengalami gangguan dalam perkembangannya yaitu gangguan hiperaktif yang secara luas dimasyarakat disebut Anak Hiperaktif.

Anak Hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian pada jangka waktu tertentu. Anak hanya mampu memusatkan perhatian pada waktu yang sangat pendek, mudah terganggu perhatian dan pikirannyanya dan tidak mampu mengontrol diri untuk bersikap tenang. Anak ini sering banyak bicara, tindakan-tindakannya tidak bertujuan. Susan B. Campbell & John S.Werry menyebutnya dengan istilah Attention Feficit Disorder (ADD) atau Attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD).

Gangguan hiperkenetik ini timbul pada masa perkembangan dini (sebelum berusia 7 tahun). Menurut kategori Diagnostik and statistical manual of mental disorder III (DSM III) ADD dibagi dalam 3 kelompok yaitu tidak dapat memusatkan perhatian (in attention), menurut kehendak (impulsivitas) dan hiperaktif.

Gejala yang dapat dilihat yaitu :

1. Tidak dapat memusatkan perhatian (in attention)
Gejalanya :
a. Sering gagal menyelesaikan pekerjaan
b. Sering tampak tidak mendengarkan orang lain berbicara
c. Mudah beralih kepada objek lain (mudah bingung/kacau pikiran) sulit berkonsentrasi pada tugas-tugas sekolah / tugas-tugas lain
d. Sulit bertahan pada satu aktivitas permainan

2. Impulsivitas
Gejalanya :
a. Sering bertindak sebelum berfikir
b. Sering berganti-ganti dari satu aktivitas ke aktivitas yang lain
c. Sulit mengorganisasi pekerjaan
d. Sering berteriak-teriak di kelas
e. Sulit menunggu giliran dalam permainan/kegiatan kelompok

3. Hiperaktivitas
a. Berlari-lari/memanjat secara berlebihan
b. Sulit duduk dengan tenang/gelisah secara berlebihan
c. Sulit tetap tinggal duduk
d. Bergerak berlebihan selama duduk
e. Bergerak terus menerus/berbuat sesuatu bagaikan digerakan mesin

Ciri-ciri lain yang menyertai gangguan hiperkinestik :
a. Kemampuan akademik tidak optimal
b. Kecerobohan dalam hubungan sosial
c. Kesembronoan dalam menghadapi situasi yang berbahaya
d. Sikap melanggar tata tertib secara impulsif

· Kapan anak disebut menderita gangguan hiperkinetik ?
a. Mengalami kesulitan berkonsentrasi dalam belajar, mendengarkan guru dan permainan
b. Hiperaktivitas, selalu bergerak dan tidak bisa tenang
c. Impulsivitas, melakukan sesuatu tanpa dipikir terlebih dahulu

· Apa akibatnya bila anak menderita gangguan hiperkinetik ?
a. Anak tidak dapat mengikuti kegiatan belajar dengan baik
b. Anak sering tidak patuh terhadap perintah
c. Anak sulit didisiplinkan

Bila anak yang mengalami gangguan hiperkinetik tidak segera ditangani akan menimbulkan hambatan penyesuaian perilaku sosial dan kemampuan akedemik dilingkungan sekitar baik dirumah dan sekolah. Sehingga dapat mengakibatkan perkembangan anak tidak optimal dengan timbulnya gangguan perilaku dikemudian hari. Kondisi lain yang menyertai gangguan hiperkinetik adalah :
1. Gangguan tingkah laku
2. Gangguan sikap menentang
3. Depresi
4. Gangguan cemas
5. Kesulitan belajar
6. Retardasi mental
7. Gangguan pemusatan perhatian
8. Gangguan pengendalian motorik
9. Gangguan persepsi
10. Autisme
Demikian Artikel tentang Mengenal Anak Hiperaktif, mudah-mudahan bermanfaat untuk referensi keilmuan kita tentang Anak.

Menangislah untuk Perpisahan ini | Selamat Tinggal Ramadhan

Apakah kita termasuk yang merindukan kehadiran bulan ramadhan, saudaraku? Jika ya, inilah keindahan bulan yang kita sangat rindukan itu sedang bersama kita. Inilah detik demi detik waktu, kita laluinya bersamanya. Inilah masa-masa bahagia, masa-masa semakin dekatnya jiwa bersama Allah, masa-masa kedamaian hati yang belum tentu kita saat ia tidak bersama kita lagi.

Saudaraku,
Hiruplah dalam-dalam udara malam-malamnya. Hiruplah dalam-dalam udara sahurnya. Kita kini sedang berada pada hari-hari perpisahan yang sangat memilukan. Perpisahan dengan bulan mulia yang telah hadir bersama seluruh keindahan dan keistimewaannya bersama kita. Perpisahan dengan bulan terindu yang keutamaannya tak dapat dikalahkan oleh apapun yang terindah dalam hidup.

Jika Rasulullah bersabda ,”Barang siapa melakukan satu ibadah sunnah dalam bulan Ramadhan, maka ia seperti orang yang melakukan ibadah wajib di bulan selain Ramadhan. Dan barang siapa yang melakukan ibadah wajib di Bulan Ramadhan maka ia seperti orang yang melaksanakan 70 ibadah wajib di selain Bulan Ramadhan”. (HR Ibnu Khuzaimah). Maka, berpisah dengan bulan ini berarti kita meninggalkan kesempatan meraih pahala kebaikan yang berlipat-lipat.

Jika Rasulullah SAW bersabda, ”Ada dua kegembiraan bagi orang yang berpuasa, kegembiraan saat berbuka dan kegembiraan tatkala bertemu dengan Allah. “(HR. al-Bukhari dan Muslim). Maka, perpisahan dengan bulan ini, berarti terlewatnya dua momentum kegembiraan di kala buka puasa itu.

Jika Rasulullah SAW bersabda , “Barang siapa yang berpuasa karena keimanan dan semata-mata mengharap pahala, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu. (HR. Al Bukhari dan Muslim). Maka perpisahan denagn bulan ini adalah adalah hilangnya kesempatan kita untuk memperoleh ampunan Allah SWT terhadap dosa-dosa kita yang menggunung.

Saudaraku,
Jika Rasulullah bersabda , “Barang siapa yang menunaikan qiyamul lail pada Bulan Ramadhan karena keimanan dan semata-mata mengharap pahala, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu. (HR. Al Bukhari dan Muslim). Maka usainya kebersamaan kita dengan bulan ramadhan adalah lenyapnya kesempatan kita untuk menunaikan sholat malam dengan jamina pahala ampunan atas dosa dan kekhilafan, yang kita sudah tenggelam di dalamnya. Jika Rasulullah SAW bersabda, “ Siapa saja yang shalat tarawih bersama imam hingga selesai , akan ditulis baginya pahala shalat semalam suntuk.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzazi, An-Nasai dan Ibnu Majah) Lalu bagaimana dengan kualitas shalat tarawih yang sudah kita lakukan? Perpisahan dengan bulan suci ini, berarti juga kita kan kehilangan pahala shalat tarawih. Kehilangan pahala semalam suntuk.

Saudaraku,
Jika para salafushalih, selama bulan ini berlomba memperbanytak mambaca al-qur’an. Malaikat jibril memperdengarkan Al-Qur’an kepada Rasullah SAW pada bulan Ramadhan. Utsman bin affan mengkhatamkan Al-Qur’an setiap hari pada bulan ramadhan. Sebagasin salafushalih mengkhatamkan Al-Qur’an dalam sholat tarawih setiap tiga malam sekali, tujuh malam sekali dan sepuluh malam sekali. Mereka selalu membaca Al-Qur’an baik di dalam shalat maupun diluar shalat.

Jika Imam Asy-Syafi’I dapat mengkhatamkan Al-Qur’an sebanyak enam puluh kali di luar sholat dalam bulan ramadhan. Sementara Al-Aswad mengkhatamkannya setiap dua hari sekali. Qatadah selalu mengkhatamkannya setiap tujuh hari sekali di luar Ramadhan, sedangkan dalam bulan Ramadhan ia mengkhatamkannya setiap tiga hari sekali. Dan pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan dia mengkhatamkannya setiap malam. Pada bulan Ramadhan Imam Az-Zuhri menutup majelis-majelis hadits dan majelis-majelis ilmu yang biasa diisinya. Ia mengkhususkan diri membaca Al-Qur’an dari mushaf. Dan Imam Ats-Tsauri beliau meninggalkan ibadah-ibadah lain dan mengkhususkan diri untuk membaca Al-Qur’an.

Saudaraku,
Jika mereka demikian tinggi semangat dan mujahadahnya membaca Al-Qur’an di bulan ini, bagaimana dengan ibadah membaca Al-Qur’an yang kita lakukan? Bila Ramadhan beerlalu, berarti kita kehilangan kesempatan agung untuk memperoleh barokah istimewa dari membca Al-Qur’an di bulan ini.

Jika Allah berfirman “Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu ? malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. “ (Q.S. Al-Qadr :1-3). Dan jika Rasulullah SAW senantiasa mencari malam lailatul Qadr dan memerintahkan sahabat untuk mencarinya. Beliau membangunkan keluarganya pada sepuluh malam terakhir dengan harapan mendapatkan malam lailatul Qadr.

Jika dalam Musnad Ahmad dari Ubadah, Rasulullah SAW bersabda “barangsiapa yang bangun sebagai usaha untuk mendapatkan malam lailatul Qadr, lalu ia benar-benar mendapatkannya, niscata akan diampuni dosa-dosanya yang lalu dan yang akan datang. “

Jika kaum salaf dari kalangan sahabat dan tabiin mandi dan memakai minyak wangi pada sepuluh malam terakhir untuk mencari malam lailatul Qadr, malam yang telah dimuliakan dan diangkat deerajatnya oleh Allah, maka perginya bulan ini dari sisi kita berarti terlewatnya kesempatan yang tak pernah terbayar dalam seluruh hidup kirta sekalipun. Berati banyaknya kesempatan kita untuk memperoleh keberuntungan seribu bulan yang sangat jauh lebih lama dibanding usia kita sendiri.

Saudaraku,
Jangan kau sia-siakan detik-detik perpisahan ini. Rasakan benar-benar kehadiran kita disini di bulan ini. Latunkan dzikir, tilawah al-Qur’an, munajat, permohonan ampun disini.

Buang kepenatan hilangkan rasa lelah. Hanya untuk hari-hari terakhir menjelang perpisahan dengan bulan penuh kemuliaan. Kejarlah segala yang terluput dari diri kita pada malam Lailatul Qadr. Sekarang saudaraku jangan tunda lagi
Dan menangislah. Karena kita pun harus berpisah dengan bulan ini…
Dikutip dari majalah tarbawi majalah kita semua edisi 49 tahun 4.

Awas...!!! Memandang Lawan Jenis dengan Syahwat

Diantara hal yang diharamkan oleh Islam – menyangkut naluri seksual – ialah lelaki berlama-lama memandang perempuan atau sebaliknya. Karena mata adalah kunci pembuka hati, sedang memandang kepada lawan jenis dapat mengantarkan fitnah dan perzinaan.
Awas...!!! Memandang Lawan Jenis dengan Syahwat
Oleh karena itu Allah mengarahkan perintah-Nya kepada orang Mu’min laki-laki dan perempuan secara keseluruhan agar mereka menundukan pandangannya. Perintah ini diiringi dengan dengan perintah menjaga kemaluan:

“Katakanlah kepada orang-orang laki-laki yang beriman:’Hendaklah mereka menahan pandangannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.” (an-Nur:30)

“Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman :’Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecualai yang biasa tampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka , atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka , atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki , atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita . Dan janganlah mereka memukulkan (menghentakkan), kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” (an-Nur:31)


Di dalam kedua ayat ini terdapat sejumlah pengarahan pengarahan Ilahi, diantaranya terdapat dua pengarahan bagi kaum laki-laki dan wanita secara bersama-sama, yaitu menahan pandangan dan memelihara kemaluan, disamping pengarahan lainnya secara khusus ditujukan kepada kaum wanita.

Perlu diperhatikan bahwa kedua ayat itu memerintahkan kita untuk menahan sebagian pandangan , bukan menahan pandangan secara total. Sedang mengenai masalah memelihara kemaluan ayat itu tidak mengetakan: ”Wa yahfazhuu min furuuzihim“ dengan menggunakan huruf “min” yang menyatakan lit-tab’idh/sebagian-penj.), sebagaimana Dia mengatakan “Yaghudhdhuu min abshaarihim” (dengan menggunakan huruf “min” yang menyatakan tab’idh-Penj.) dalam masalah pandangan. Karana dalam masalah kemaluan , kita diperintahklan untuk menjaganya secara total tanpa da toleransi sekalipun. Sedangakan masalah pandangan, Allah memberi toleransi sedikit bagi manusia untuk menghilangkan kesulitan dan menjaga kemaslahatan sebagaimana akan kita lihat nanti.

Menahan pandangan bukan berarti menutup atau memejamkan mata sama sekali , atau menundukan kepala ke tanah saja, karena bukan ini yang dimaksudkan di samping tidak akan mampu dilaksanakan. Sebagaimana halnya menahan suara yang tercantum dalam firman Allah :”Dan tahanlah suaramu “ (Q.S. Luqman:19) bukan berarti menutup mulut rapat-rapat tanpa berbicara sama sekali.

Yang dimaksud dengan menahan pandangan ialah menjaganya dan tidak melepas kendali secara liar. Pandangan yang terpelihara ialah apabila memandang lawan jenis tidak mengamat-amati kecantikannya, tidak berlama-lama memandangnya, dan tidak memelototi apa yang dilihatnya. Oleh karena itu Rasulullah saw berpesan kepada Ali bin Abi Thalib:

“Wahai Ali, janganlah engkau ikuti satu pandangan dengan pandangan yang lain (yakni memandang dan memandang lagi). Karena kamu hanya diperbolehkan pada pandangan yang pertama saja, sedang pandangan berikutnya tidak diperbolehkan.”(HR: Bukhari)

Nabi saw mengangggap pandangan liar dan memelototi lawan jenis itu sebagai perbuatan zina mata. Beliau bersabda: “Dua mata bisa berzina, dan zinanya adalah memandang.”(HR:bukhari)

Beliau menyebutnya dengan “zina” karena memandang lain jenis merupakan salah satu bentuk taladzddzudz (bersenag-senang atau menikmati) dan memuaskan naluri seksual denagan cara yang tidak dibenarkan syara’.

Pandangan yang lapar dan mencari kepuasan ini bukan hanya membahayakan kesucian moral saja, akan tetapi juga membahayakan kestabilan fikiran dan ketenangan hati, sehingga membuatnya kacau dan goncang. Seorang pujangga berkata:
“Bila kau lepaskan pandanganmu untuk mencari kepuasan hati
Pada suatu waktu pandangan itu akan menyusahkanmu
Engkau tidak tahan melihat semuannya
Bahkan terhadap sebagiannya pun engkau tak bisa tahan.”

Sabtu, 25 Mei 2013

Orang yang dapat melihat betapa indah hati Anda tidak akan pernah meninggalkan Anda


Orang yang tertarik kepada Anda karena wajah cantik atau tubuh yang indah tidak akan berada di sisi Anda selamanya. Tetapi orang yang dapat melihat betapa indah hati Anda tidak akan pernah meninggalkan Anda.

Minggu, 19 Mei 2013

Makalah Konsep Tugas dan Kewajiban Guru | Artikel Pendidikan

Guru memiliki peran dan fungsi yang sangat strategis dalam pengembangan sumber daya manusia di Indonesia ke depan, namun peran dan fungsi mereka sebagai guru belum sepenuhnya sesuai dengan harapan. Hal ini tidak seperti yang terjadi diberbagai belahan dunia bahkan dikawasan Asia Tenggara peran dan fungsi sebagai guru begitu sangat besar berpengaruh pada berbagai sektor.
Sementara peran dan fungsi para guru begitu banyak, baik yang bersifat administratif maupun penyelesaian tugas-tugas akademik. Masih banyak diantara guru yang melakukan tugas dan kewajibannya yang penting tugas akan saya laksanakan sebagaimana mestinya. Mereka tidak berpikir tentang tugas lain yang berkaitan dengan mendidik, misalnya; menyamaikan nilai-nilai (value) kepada para peserta didiknya, dan lain sebagainya.Untuk itulah maka untuk kita semua para guru kehidupan, penulis ingin menyampaikan dengan segala hormat : |Makalah Konsep Tugas dan Kewajiban Guru | Berupa Artikel Pendidikan.

Konsep Guru Ideal
Sebagaiman telah diutarakan sebelumnya, memang benar dewasa ini banyak tuntutan yang sangat luas bisa terhadap kualitas guru. Tuntutan tersebut muali dari kemampuan secara administratif ataupun yang bersifat kualitatif. Secara administratif tuntutan tersebut berupa kemampuan yang bersifat kualitatif berkaitan dengan kemampuan guru dalam bidang pengetahuan yang harus memadai, baik pengetahuan materi pengajarannya maupun pengetahuan penunjang lainnya. Selain dalam bidang pengetahuan, seorang guru juga dituntut kedua bidang di atas, seorang guru dituntut memiliki sikap yang dapat diteladani oleh semua peserta didik. Selain kedua bidang di atas, seorang guru dituntut pula kompeten dan terampil dalam merancang dan mengelola proses belajar mengajar.

Di samping berbagai tuntutan di atas, ada juga sebagian pengamatan pendidikan khususnya aspek guru yang menuntut terhadap lembaga-lembaga yang memproduk tenaga kependidikan yaitu LPTK. Mereka beranggapan bahwa LPTK tidak serius bahkan tidak mampu melahirkan para guru yang kompeten dan profesional. Tetapi ada yang berpandangan bahwa tidak bisa LPTK disalahkan begitu saja, sebab LPTK dapat menghasilkan para lulusannya tersebut harus disertai dengan berbagai komponen yang memadai. Komponen-komponen tersebut antara lain sarana yang dimiliki oleh LPTK. Kenapa kurang sarananya ? Jawabannya adalah karena kurangnya dana ? Lalu siapa yang bertanggung jawab penyediaan dana LPTK dewasa ini ? Ya pemerintah, berapa pemereintah penyediaan alokasi dana untuk penyelidikan secara keseluruhan dewasa ini ? Konon katanya hanya 20% itupun baru pernyataan politik pemerintah dan akan dilaksanakan di tahun-tahun yang akan datang. Jadi kesimpulannya kualitas guru dewasa ini tidak bisa disalahkan pada satu pihak misalnya LPTK.

Tugas dan Kewajiban Guru

Untuk menjawab berbagai tuntutan positif di atas, sebenarnya secara teoritis para ahli telah mengemukakan berbagai pandangan tentang konsep ideal guru yang baik, syarat ataupun sifat yang harus dimiliki sseorang guru. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 pasal 40 menyatakan bahwa ‘ pendidikan dan tenaga kependidikan berkewajiban: a) manciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis, b) mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan, c) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya “.
Menurut Chaibib Thoha, pengertian pendidik dalam Islam adalah sebagai murrabi, mu’allim dan muaddibi[1]. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa sebagai murrabi guru agam harus memiliki sifat-sifat robbani, yaitu nama yang diberikan bagi orang-orang yang bijaksana, terpelajar, dalam bidang pengetahuan, bertanggung jawab, penuh kasih sayang terhad peserta didik. Pengertian mu’allim mengandung pengertian menguasai ilmu teoritik, kretaivitas, komitmen tinggi dalam mengembangkan ilmu serta sikap yang selalu menjungjung tinggi nilai-nila ilmiah dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan muaddib adalah intergrasi antar ilmu dengan amal.

Lebih lanjut Muchtar Bochori berpendapat bahwa salah satu indikator guru yang malas adalah guru yang tidak memiliki gairah untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya, melainkan hanya mengajarkan kepada peserta didik apa-apa yang ia ketahui[2]. Ia mengutup doktrin klasik yang sampai hari ini masih be), rlaku, yang berbunyi sabagai berikut :

Men kan niet onderwijzen wat men weet (kita dapat mengajarkan apa yang kita ketahui) ; men kan niet onderwijzen wat men wil (kita dapat mengajarkan apa yang kita kehendaki) ; men kan alleeen onderwizen wa men is (kita hanya dapat mengajarkan apa yang memang ada dalam diri kita).

Berdasarkan ketiga pandangan diatas dapat dipahami bahwa tugas dan kewajiban guru sangat mulia, namun memiliki resiko yang sangat berat, jika tidak dilakukan dengan baik dan profesional. Sebab seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, pekerjaan mendidik dan mengajar ini berkaitan dengan upaya pendewasaan seseorang agar lebih matang dan mengalami perubahan antara lain bidang pengetahuan, sikap ataupun keterampilan.

Untuk mencapai sasaran tersebut, dewasa ini pemerintah mulai mewacanakan program peningkatan guru yang berwawasan Iptek. Program ini di rencanakan dalam rangka meningkatkan kemampuan guru dalam bidang Iptek, sehingga dalam proses belajarnya seorang guru dapat memperkenalkan kepada peserta didikanya masala-masalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini. Istilah program ini dinamakan program Sertifikasi Guru Wisata Iptek, yang digegas oleh KMRT dan Depdiknas yang dikhususkan bagi para guru MIPA[3].

Rujukan:
[1] Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996) hal 11
[2] Muchtar Buchori, Spektrum Problem Pendidikan di Indonesia, (Yogyakarta: 1994). Hal. 107-109
[3] www.PR.com/cetaK0702/06/1104.htm

Jumat, 17 Mei 2013

Manajemen Syukur | Tafsir Ayat tentang Bersyukur

Ada dua istilah di dalam ajaran Islam yang menggambarkan dua keadaan berbeda. Yang pertama disebut nikmat, yang kedua disebut musibah. Kedua istilah ini merupakan perwujudan dari sifat Maha Rahman dan Maha Rahimnya Allah, Maha Pengasih dan Maha Penyayangnya Allah. Namun dalam pandangan manusia, istilah pertama menggambarkan kebahagiaan, kemudahan, suka cita, dan sukses. Sedangkan istilah kedua menggambarkan kesedihan, kesusahan, duka cita, dan kegagalan. Karena itu, menurut tabi’atnya manusia selalu menginginkan kenikmatan dan tidak menghendaki kesusahan. Sifat dan tabi’at ini telah digambarkan oleh Allah di dalam surat al-Ma’arij:19-21


{ إِنَّ الإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا }. { إِذَا مَسَّهُ الشَّرُ جَزُوْعًا }. { وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا }

Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir (19); Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah (20); dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir (21).


Ayat ini dengan jelas menggambarkan sifat dan tabi’at manusia, yaitu apabila ditimpa kesusahan dan kekurangan, mereka takut, gelisah dan tidak menerima. Tetapi ketika diberi kenikmatan, baik berupa harta maupun kesuksesan karir, mereka sama-sekali tidak ingat siapa sebenarnya yang memberikan semua itu.


Karena itu bagaimana seharusnya sikap kita sebagai orang yang beriman kepada Allah ketika menghadapi dua keadaan tersebut?


Bagi orang beriman, kedua keadaan ini merupakan uji kualifikasi keimanan kita. Apakah ketika diberikan kenikmatan akan syukur ataukah kufur? Sedangkan ketika terkena musibat, apakah akan sabar atau putus asa? Di dalam surat al-Anbiya:35 dijelaskan bahwa ujian Allah yang diberikan kepada manusia itu tidak hanya berupa kegagalan tetapi juga berupa kesuksesan


كلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ (35


Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. Al-Anbiya:35


Namun sebenarnya ujian dalam bentuk kenikmatan, kebahagiaan, dan kesuksesaan jauh lebih berat dibandingkan ujian dalam bentuk kesusahan dan kegagalan. Karena itu tidak sedikit manusia yang mampu istiqamah ketika diuji oleh kesusahan, namun lupa diri ketika diuji oleh kesenangan, bahkan dia tidak menyadari bahwa kesenangan itu juga merupakan ujian dari Allah. Sehubungan dengan itu Umar bin Khatab pernah menytakan


“Apabila kita diuji dengan kesusahan, kami mampu sabar. Tapi ketika diuji dengan kesenangan kita tidak sadar”


Yang paling berat adalah menghilangkan rasa ujub, sombong dalam diri kita, karena seolah-olah kebahagian dan kesuksesan itu diciptakan oleh dia sendiri, semata-mata hasil prestasi manusia. Agar kita tidak termasuk orang-orang yang ujub, sombong di hadapan Allah, maka ada beberapa hal yang diajarkan oleh Islam kepada kita ketika mendapatkan kenikmatan


Pertama, ketika mendapatkan kenikmatan, kebahagian, dan kesukseaan kita diwajibkan untuk bersyukur. Apa sih yang namanya syukur itu? Syukur adalah “Tashawwurun ni’mati wa izhharuha” artinya “Gambaran dalam benak tentang nikmat dan menampakkannya ke permukaan” Menampakkan nikmat antara lain mempergunakan kenikmatan itu pada tempat dan sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah sebagai pemberi nikmat itu.


Dengan demikian syukur menurut Islam mencakup tiga aspek


1. Bersyukur dengan hati

Yaitu mengakui dan menyadari sepenuhnya bahwa segala nikmat yang diperoleh bersumber dari Allah. Dan tidak ada seorang pun yang dapat memberikan kenikmatan itu selain Allah. Sebagai contoh: Ketika lahir ke dunia manusia tidak tahu apa-apa. Lalu oleh Allah diberi pendengaran, penglihatan dan hati. Coba perhatikan Udara segar yang kita hirup setiap waktu, cahaya matahari yang menjadi sumber energi, terangnya bulan pada malam hari, gunung-gunung yang menjulang tinggi dengan kekayaan alamnya, air yang selalu mengalir untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia; itu semua adalah sebagian kecil dari nikmat-Nya. Demikian pula denyut jantung yang mengalirkan darah keseluruh tubuh, paru-paru yang selalu mengisap udara segar dan mengeluarkan udara kotor, ginjal yang senantiasa bekerja tanpa mengenal lelah; itu semua adalah anugerah ilahi, yang kesemuanya bekerja di luar pengawasaan kita, termasuk proses pencernaan makanan yang masuk perut kita.


2. Bersyukur dengan lidah

Yaitu mengucapkan al-hamdu lillahi rabbil ‘alamin, artinya segala puji bagi Allah tuhan pengurus alam semesta ini. Ucapan ini menunjukkan bahwa kekuasaan kita terhadap alam semesta itu tidak absolut. Kepintaran kita belum ada apa-apa dibanding ilmu Allah. Kekuatan kita belum sebarapa dibandingan dengan kekuasaan Allah. Contoh berkedip, siapa yang sanggup menahan kedipan agar tidak berkedip. Siapa yang mampu melawan rasa ngantuk ketika sudah waktunya untuk tidur.


3. Bersyukur dengan amal perbuatan,
Di antara bentuknya


  • mempergunakan anggota tubuh dalam melakukan hal-hal yang positif yang diridhai Allah. Ketika anggota tubuh dipakai maksiat, maka dia sebenarnya tidak mau. Karena dia diciptakan oleh Allah guna kebaikan diri dan manusia pada umumnya, bukan untuk kemaksiatan.
  • Menggunakan harta sesuai ajaran Islam dan menafkahkannya di jalan Allah
  • Jika nikmat itu berupa ilmu, ia akan memanfaatkan ilmu itu untuk keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan manusia, bukan membinasakan dan menghancurkan kehidupan manusia.


Ringkasnya, syukur dengan amal perbuatan itu berarti melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangan Allah, di antaranya yang sering terlupakan oleh kita adalah sujud syukur, tidak perlu wudhu, tidak perlu menghadap kiblat, tanpa pelu membaca apapun.


Terkait dengan keberhasilan dalam pendidikan, semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang, maka bukti syukur kepada Allah itu dia harus semakin taqwa, semakin banyak ilmunya, dia harus semakin taat dalam beribadah. Semakin banyak gelarnya, dia harus semakin baik akhlaknya, baik terhadap orang tua, keluarga, maupun orang lain.


Kedua, ketika mendapatkan musibat kita bersabar. Apa yang dimaksud dengan musibat dan sabar itu?

Musibat adalah kejadian apa saja yang menimpa manusia yang tidak dikehendakinya, seperti sakit, rugi dalam berusaha, kehilangan barang, meninggal, bencana alam, seperti Gempa bumi, wabah penyakit, kalah perang, paceklik, dan kiamat.


Musibah merupakan kejadian yang datang atas ketentuan Allah dan tidak bisa ditolak. Rasul bersabda

“Ya Aisyah (ingatlah) sesungguhnya Allah Azza wa jalla, apabila Ia berjehendak menjadikan sesatu yang kecil menjadi besar, maka akan terjadi. Dan sebaliknya apabila ia berkehendak menjadikan sesuatu yang besar menjadi kecil maka itu pun akan terjadi”. Ad-Durrul Mantsur, I:381


Manusia diwajibkan untuk mnghindar dri musibah yang sudah menimpa dirinya. Kalau sakit dia harus berobat. Kalau tertimpa banjir, dia harus menghindar dari bahaya banjir. Upaya untuk menghindar dari musibat itu bukan pada tingkat pencegahan, seperti mencegah datangnya penyakit, tetapi pada tingkat penanggulangannya.


Musibat tidak membedakan sasaran yang dikenainya. Ia dapat menimpa manusia shaleh (seperti kepada para nabi) atau manusia yang biasa berbuat maksiat. Bedanya, kalau musibat itu menimpa orang saleh, maka itu dipandang sebagai penguji keimanan, sebagaimana diterangkan oleh Allah dalam surat al-Baqarah:155-156


وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنْ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنْ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرْ الصَّابِرِينَ(155)الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ(156)أُوْلَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُوْلَئِكَ هُمْ الْمُهْتَدُونَ(157)


Dan sesungguhnya Kami akan menguji kalian dengan sebagian dari ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berilah kabar gembira bagi mereka yang sabar. Yaitu yang apabila kena kepada mereka satu musibah, mereka berkata, “Sesungguhnya kami ini milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya lah kami akan kembali’. Kepada mereka akan turun karunia-karunia dan rahmat dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang mendapat petunjuk”. Q.S. Al Baqarah : 155-157


Pada ayat ini (Q.S. Al Baqarah : 155) terkandung satu isyarat bahwa seorang yang telah mengaku beriman tidak lantas terjamin akan selalu diluaskan rezekinya, dimudahkan kehidupannya, dan dihilangkan segala rasa ketakutannya

Tetapi jika menimpa orang yang biasa berbuat maksiat, maka musibah harus diartikan sebagai siksan. Allah berfirman dalam surat Muhamad:10


أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَيَنظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ دَمَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَلِلْكَافِرِينَ أَمْثَالُهَا(10


Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereka dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka; Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu.


Walaupun musibah itu secara lahiriah tidak menyenangkan, namun bagi orang shaleh hakikatnya dijadikan sebagai sarana untuk meningkatkan derajat keimanan di sisi Allah swt. Sedangkan bagi orang kafir musibah memang dimaksudkan untuk membalas kekafiran mereka


Manajemen Musibat

Islam telah memberikan tuntunan menganai cara menghadapi musibah


1. Sabar dalam menghadapi musibat itu

Imam Al Qurthubi (II : 174) membagi sabar kepada dua bagian:

sabar dalam menjauhi maksiat kepada Allah, orang yang demikian dinamakan Mujahid. Dan sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, orang yang demikian dinamakan ‘Abid. Jika kedua sifat ini sudah bersatu pada diri seorang hamba, maka Allah swt. akan menanamkan rasa ridha di dalam hatinya terhadap segala ketetapan Allah bagi dirinya. Dan tanda keridhaan itu adalah tentramnya hati ketika menghadapi semua kejadian yang menimpa diri, baik yang disukai atau pun dibenci.


2. Ciri kesabaran itu terlihat dari ucapan yang keluar saat menghadapi musibah

Dalam H.r. Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad diterangkan bahwa Rasul mengajarkan: jika kalian terkena musibat ucapkan inna lillahi wa inna ilaihi Raji’un. (Sesungguhnya kami milik Allah dan kepadanya kami akan kembali). Di kita terkadang ada kesalahan persepsi, seolah-olah perkataan ini adalah ucapan bagi kematian. Sehingga kalau tersandung batu, jarang ada yang mengucapkan kalimat, bahkan yang keluar justru sumpah serapah, maaf keluar pula ucapan kebun binatang: anjing dan sebagainya. Padahal Rasul sendiri pernah mengucapkannya hanya sekedar lampu padam, yang terkedang oleh kita dianggap sepele.


Ucapan “Inna lillahi” merupakan refleksi kesadaran dan pengakuan tulus atas penghambaan diri kepada Allah swt. dan pengakuan atas sifat kepemilikan-Nya. Sedangkan ucapan wa inna ilaihi raji’un adalah satu pengakuan terhadap kefanaan diri dan kebangkitan setelah kematian, serta merupakan satu keyakinan bahwa segala sesuatu tanpa terkecuali tempat kembalinya itu hanya kepada Allah swt. Al Maraghi. II:25


3. Setelah ucapan itu, dilanjutkan dengan doa

Allahumma ajurni fi mushibati, wakhlufli khairan minha (Ya Allah, berilah aku pahala dalam musibah ini dan gantikanlah bagi ku dengan sesuatu yang lebih baik daripadanya)


Jadi orang yang sabar itu ialah orang yang ketika menghadapi satu musibah, dengan penuh kesadaran dan keikhlasan mengucapkan kalimat istirja, yakni mengakui bahwa jangankan harta yang hilang, jabatan yang tertinggal, keluarga yang meninggal serta cita-cita yang tidak terwujud, diri kami pun milik Allah. Bila Allah menghendaki untuk mengambilnya maka kami akan rela dan tidak akan mempertahankannya. Dan orang yang sabar itu menyakini bahwa tidak ada suatu yang kekal di dunia ini, termasuk dirinya sendiri. Semuanya akan kembali kepada Allah swt. jika orang lain sekarang mungkin ia besok atau lusa.


Dari ajaran Islam ini kita mendapatkan ilmu yang besar bahwa ketika seseorang mendapat musibah kemudian bersabar, maka dia mendapatkan berbagai keuntungan, yaitu


  • Pahala atas kesabarannya itu
  • Terjadi peningkatan kualitas keimanan yang luar biasa
  • Menyediakan ladang pahala dan medan jihad bagi orang lain yang hendak memberikan bantuan, baik moril maupun materil.


Inilah sifat orang beriman yang dikagumi oleh para malaikat ketika dinyatakannya di hadapan Allah.


3. sesuatu yang menimpa seseorang, sekecil apa pun bentuk dan sifatnya. Tafsir Al Qurthubi, II :175.

Pada ayat selanjutnya (Q.S. Al Baqarah : 156) Allah swt. menerangkan sifat orang yang sabar, yaitu mereka yang apabila ditimpa satu musibah, berkata, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un (Sesungguhnya kami ini milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya lah kami akan kembali)”

Karena itu, hendaklah kita senantiasa berintrospeksi melalui peningkatan keilmuan kita tentang ajaran Islam.


akan tetap berpegang teguh kepada kebenaran atau justru kebatilan. Tetapkah melakukan kebaikan atau justru kejahatan. Ketika Allah menguji manusia, apakah Allah tahu akan bagaimana keadaan orang tersebut setelah diuji?

Dua keadaan itu akan senantiasa di hadapi oleh manusia ketika hidup di dunia ini. Setiap manusia yang hidup didunia ini akan senantiasa menghadapi dua keadaan yang diistilahkan oleh Islam dengan nikmat dan musibat.


وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنْ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنْ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرْ الصَّابِرِينَ(155)الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ(156)أُوْلَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُوْلَئِكَ هُمْ الْمُهْتَدُونَ(157)


Dan sesungguhnya Kami akan menguji kalian dengan sebagian dari ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berilah kabar gembira bagi mereka yang sabar. Yaitu yang apabila kena kepada mereka satu musibah, mereka berkata, “Sesungguhnya kami ini milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya lah kami akan kembali’. Kepada mereka akan turun karunia-karunia dan rahmat dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang mendapat petunjuk”. Q.S. Al Baqarah : 155-157

Tafsir Mufradat

(الصبر) adalah menahan diri dalam kesempitan berdasarkan pertimbangan akal, syariat atau keduanya. Sabar memiliki makna yang luas dan nama yang berbeda bergantung kepada kejadiannya. Jika menahan diri karena satu musibah dinamakan (الصبر) sebaliknya (الجزع) (putus asa). Jika dalam peperangan dinamakan (الشجاعة) (pemberani) sebaliknya (الجبن) (penakut). Jika ditimpa kegelisahan dinamakan (رحب الصدر) (lapang dada) sebaliknya (الضجر) (gelisah). Dan jika dalam menjaga ucapan dinamakan (arab) (merahasiakan) sebaliknya (arab) (membuka rahasia). Allah swt. menamakan semua itu sebagai suatu kesabaran. Ar Raghib : 281


(المصيبة) adalah sesuatu yang menimpa seorang sekecil apa pun bentuk dan sifatnya Al Qurthubi, II :175.
Tafsir Ayat


Setiap peristiwa yang menimpa baik senang atau pun susah, bergantung kepada siapa yang menerimanya. Jika yang tertimpa itu kaum mukminin maka dinamakan ujian. Diuji dengan keadaan sehat, senang, dan untung, apakah syukur atau kufur? Serta diuji dengan keadaan susah, sakit, dan rugi, apakah sabar atau putus asa? Ujian yang paling berat adalah kesenangan, dengan ujian ini banyak yang gagal. Sedangkan ujian dengan penderitaan banyak yang sabar serta sadar, bahkan sering melahirkan banyak cita-cita.


Adapun jika yang tertimpa itu kafir atau pendurhaka, hal itu bukan ujian melainkan azab atau laknat. Diberi keadaan sehat, senang, dan untung, laknat atau istidraj-lah namanya. Diberi keadaan susah, sakit, dan rugi, azab disebutnya.


Ayat di atas dan beberapa ayat semisal pada tempat lainnya, merupakan gambaran sebagian ujian dari Allah swt. terhadap hamba-hamba-Nya yang mukmin. Apakah mereka sabar dalam menghadapinya, maka layak mendapat pahala dari Allah swt. atas kesabarannya, atau mereka malah putus asa ketika menjalaninya, maka pantaslah ia mendapat murka-Nya.


Pada ayat di atas juga (Q.S. Al Baqarah : 155) terkandung satu isyarat bahwa seorang yang telah mengaku beriman tidak lantas terjamin akan selalu diluaskan rezekinya, dimudahkan kehidupannya, dan dihilangkan segala rasa ketakutannya. Agama Islam adalah agama fitrah. Segala sesuatu akan berjalan sesuai dengan sunnatullah yang telah digariskan; ujian berupa kesenangan dan kesusahan akan terjadi berdasar hukum sebab akibat (kausalitas), maka mukmin sejati akan sabar ketika menghadapi kesusahan dan selalu bersukur ketika menjalani kesenangan. Al Maraghi, II : 24


Allah swt. dalam menguji hamba-hamba-Nya baik dengan kesenangan atau pun dengan kesusahan seperti dengan rasa takut, kelaparan, kehilangan harta, jiwa, dan hasil panen. Ia berkehendak meningkatkan derajat mereka. Sebab bagaimana mungkin derajat seorang seorang hamba bertambah mulia tanpa menempuh satu ujian terlebih dahulu. Hamba yang lulus ketika diuji dengan satu ujian derajatnya akan dimuliakan, sedangkan hamba yang tidak lulus derajatnya akan dihinakan.


Imam Al Qurthubi (II : 174) membagi sabar kepada dua bagian:

sabar dalam menjauhi maksiat kepada Allah, orang yang begini dinamakan Mujahid. Dan sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, orang yang demikian dinamakan ‘Abid. Jika kedua sifat ini sudah bersatu pada diri seorang hamba, maka Allah swt. akan mewarisi rasa ridha di dalam hatinya terhadap semua yang Allah tetapkan baginya. Dan tanda keridhaan itu adalah sakinahnya hati terhadap semua apa yang menimpa diri baik sesuatu yang disukai atau pun dibenci.


Pada ayat selanjutnya (Q.S. Al Baqarah : 156) Allah swt. menerangkan sifat orang yang sabar, yaitu mereka yang apabila ditimpa satu musibah, berkata, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un (Sesungguhnya kami ini milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya lah kami akan kembali))”


Ucapan “Inna lillahi” merupakan satu pengakuan terhadap penghambaan diri kepada Allah swt. dan pengakuan terhadap sifat kepemilikan-Nya. Dan ucapan wa inna ilaihi raji’un adalah satu pengakuan terhadap kefanaan diri dan kebangkitan setelah mati, serta merupakan satu keyakinan bahwa segala sesuatu tanpa terkecuali tempat kembalinya itu hanya kepada Allah swt. Al Maraghi. II:25


Jadi orang yang sabat itu ialah orang yang ketika menghadapi satu musibah, dengan penuh kesadaran dan keikhlasan mengucapkan kalimat istirja, yakni mengakui bahwa jangankan harta yang hilang, jabatan yang tertinggal, keluarga yang meninggal serta cita-cita yang tidak terlaksanakan, diri kami pun milik Allah. Bila Allah menghendaki untuk mengambilnya maka kami akan rela dan tidak akan mempertahankannya. Dan orang yang sabar itu menyakini bahwa tidak ada suatu yang kekal di dunia ini, termasuk dirinya sendiri. Semuanya akan kembali kepada Allah swt. jika orang lain sekarang mungkin ia besok atau lusa.


Dalam hadis riwayat Ad-Dailami, siti Aisyah menceritakan bahwa Rasulullah saw. pernah datang dan ibu jarinya tertusuk duri, maka ia beristirja dan mengusap-usapnya. Ketika aku mendengar istirja rasul aku mendekati dan melihatnya. Ternyata hanya luka kecil dan aku pun mentertawakannya. Kataku, “Ya Rasulullah, demi Allah, apakah harus beristirja hanya karena tertusuk duri sekecil ini?” Beliau tersenyum dan menepuk-nepuk pundakku. Sabdanya

“Ya Aisyah (ingatlah) sesungguhnya Allah Azza wa jalla, apabila Ia berjehendak menjadikan sesatu yang kecil menjadi besar, maka akan terjadi. Dan sebaliknya apabila ia berkehendak menjadikan sesuatu yang besar menjadi kecil maka itu pun akan terjadi”. Ad-Durrul Mantsur, I:381


Dari riwayat di atas, terlihat bagaimana Rasulullah saw. memaknai satu musibah yang tidak mengenakkan, menyakitkan serta menimpa seorang hamba sekecil apa pun termasuk hanya tertusuk duri adalah musibah, dan harus dihadapi dengan kesabaran, kesadaran, dan keikhlasan dan terlahir kalimah istirja.


Pada riwayat tersebut juga Rasulullah saw. mengajarkan jangan sekali-kali perkara yang kecil itu dianggap sepele dan tidak ada artinya. Sebab terkadang sesuatu yang besar dan tidak terperhitungkan itu justru berasal dari masalah-masalah kecil yang tidak terperhitungkan.


Selebih dari itu, ketika memahami makna musibah pasa ayat di atas, Hasan Al-Bisri pernah berkata,


Apabila engkau ketinggalan salat berjamaah hendaklah beristirja, karena itu merupakan satu musibah. H.R. Abdu bin Humaid.


Dari perkataan ini, kelihatannya Hasan al-Bisri ingin menanamkan satu pengertian bahwa yang namanya musibah itu bukan hanya dikenai sesuatu yang tidak mengenakkan dan dibenci saja, tapi ketinggalan dalam beramal saleh pun hendaknya dirasakan sebagai satu musibah. Dan hendaknya kaum mukminin merasa terkondisikan pada pemahaman seperti itu.


Setelah menerangkan sifat orang yang sabar, pada ayat selanjutnya (Q.S. Al-Baqarah:157) Allah swt. menjanjikan bagi hamba-hamba-Nya yang sabar ketika menghadap musibah. Bagi mereka akan mendapat salawat dari Tuhan mereka, yakni pahala atas kesabarannya, demikian pula limpahan rahmat, penggantian yang lebih, dan mereka diberi petunjuk kepada kebahagian akhirat yang abadi.


Umar bin Khatab pernah berkata, “Ayat ini adalah sebagus-bagus bekal dan sebagus-bagus tambahan. Ayat Kepada mereka itulah akan turun shalawat dan rahmat dari Tuhan mereka ini adalah perbekalan, dan ayat (Waulaika humul muhtadun) inilah tambahannya. H.R. Al-Hakim


Muhamad : 10

أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَيَنظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ دَمَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَلِلْكَافِرِينَ أَمْثَالُهَا(10)


Kenikmatan

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ(18)


Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang


An-Nahl:18

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمْ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ(78)


Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur


An-Nahl:78


وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ (7)

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih


Fitnah/ujian


وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ(28)

Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar


al-Anfal:28

إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ(15)


Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar


at-Taghabun:15

فَإِذَا مَسَّ الْإِنْسَانَ ضُرٌّ دَعَانَا ثُمَّ إِذَا خَوَّلْنَاهُ نِعْمَةً مِنَّا قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ بَلْ هِيَ فِتْنَةٌ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (49)


Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata: "Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku." Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui


az-Zumar:49



ayat-ayat ini menggambarkan bahwa orang yang beribadah kepada Allah setengah-setengah, apabila menerima kebaikan menjadi tenang hatinya, tetapi apabila menerima cobaan menjadi berbalik.


Sejak manusia diciptakan tidak terbilang kenikmatan yang telah diberikan Allah kepadanya. Demikian banyaknya kenikmatan itu sehingga tidak seorang pun yang dapat menghitung berapa banyak kenikmatan yang telah dianugerahkan Allah kepada dirinya. Orang yang miskin pun tentu menyadari limpahan nikmat itu karena hidupnya sendiri hanyalah pemberian Allah.


Udara segar yang kita hirup setiap waktu, cahaya matahari yang menjadi sumber energi, terangnya bulan pada malam hari, gunung-gunung yang menjulang tinggi dengan kekayaan alamnya, air yang selalu mengalir untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia; itu semua adalah sebagian kecil dari nikmat-Nya. Demikian pula denyut jantung yang mengalirkan darah keseluruh tubuh, paru-paru yang selalu mengisap udara segar dan mengeluarkan udara kotor, ginjal yang senantiasa bekerja tanpa mengenal lelah; itu semua adalah anugerah ilahi, yang kesemuanya bekerja di luar pengawasaan kita.

Di samping nikmat hissi (kongkret) yang tak kunjung habis seperti di atas, Allah juga memberikan nikmat maknawi (abstrak), berupa pedoman hidup, ajaran yang memberikan kenikmatan, ketentraman batin dan kepuasan jiwa, yaitu Alquran. Alquran adalah nikmat terbesar di antara sejumlah nikmat yang diberikan Allah kepada manusia.


Qarun yang hartanya melimpah ruah, Fir’aun yang mempunyai kedudukan tinggi dan kekuasaan yang besar sebagai raja, di dalam Alquran dinyatakan sebagai orang yang tidak mendapat kenikmatan, karena mereka tidak memiliki pedoman hidup yang dapat menentramkan.

Orang yang bertambah harta kekayaannya tentu bertambah pula rasa was-wasnya. Bertambah tinggi kedudukan seseorang, maka bertambah pula kecemasan dan kekhawatirannya. Lain halnya dengan agama. Semakin bertambah kuat seseorang dalam beragama, maka semakin bertambah kuat jiwanya. Akan lebih tabah dalam menghadapi pelbagai problematika kehidupannya.

Sebagai bukti bahwa Alquran merupakan nikmat yang terbesar, kita dapat memperhatikan bagaimana bangsa Arab setelah memeluk Islam. Dalam waktu yang relatif singkat bangsa Arab menjadi bangsa yang maju, yang dapat mengungguli bangsa-bangsa lain yang ada di sekitarnya, yang dikenal sebagai bangsa adidaya pada masa itu.


Setelah bangsa Arab memeluk agama Islam, berubahlah wajah kota Mekah dan Madinah. Semula sering terjadi pertentangan antar suku, terutama Aus dan Khajraj di Madinah. Kini mereka menjadi rukun dan damai. Mereka saling mencintai, bahu-membahu, tolong-menolong, penuh dengan rasa persaudaraan dan kesetiakawanan.

Bangsa Arab yang sebelumnya pemabuk berat, di mana pemabukan bukan saja dilakukan oleh orang kaya dan kalangan elit melainkan juga oleh orang miskin dan kalangan alit (bawah). Ternyata dengan cahaya Alquran mereka mampu meninggalkan kebiasaan buruknya secara menyeluruh. Sementara bangsa lain belum mampu memberantasnya, padahal mereka menyadari bahwa hal itu merusakkan kesehatan.

Kerajaan Roma dan Persia yang merupakan negara super power pada waktu itu, ternyata dalam waktu yang relatif singkat, keduanya tumbang dengan kekuatan Alquran. Sedangkan bangsa Arab yang semula jauh terbelakang, moralnya bejat, pendidikannya rendah, pemabuk, penuh dengan sengketa dan huru-hara ternyata menjadi bangsa yang maju, bernegara yang aman, berakhlakul karimah, berbudi luhur, penuh dengan kesetiakawanan dan rasa solidaritas yang kuat. Itu semua berkat ajaran dan didikan Alquran. Alquran membangkitkan kesadaran setiap insan. Mengikat dan mempersatukannya dalam satu kesatuan masyarakat. Membangun bangsa menjadi cerdas dan terdidik, sehingga melahirkan suatu peradaban umat manusia yang dilandasi moral yang tinggi seperti yang kemudian dikenal sebagai zaman keemasan Islam.

Rabu, 15 Mei 2013

Olahraga Yang Cocok Dilakukan di Kantor


Kalau sudah stress atau ngantuk banget di kantor, ada baiknya menyempatkan waktu sejenak untuk melakukan senam ini.
TAKE TIME ! 7 menit dan matikan telepon seluler Anda, ayo ikuti senam ringan ini… gerakan yang benar… 


–mulai–


ini ala TAICHI sedikit .. sebagai intro & warming up..
  tirukan gaya seperti ini… untuk mengendurkan otot bahu dan leher.. 

wa..wa.. aku lah pahlawan bertopeng, gerakan tebar pesona... 

gerak ke kanan kemudian ke kiri.. syuuut syuuut…. 

gerak ke kiri kemudian ke kanan… biar imbang balik in lagi arahnya… 

ikuti aja … jangan banyak comment... 
setelah itu buat gerakan tangan dan badan… buat gaya happy aja.. jangan lupa senyum biar enak di liat…. 
kemudian goyang-goyang kaki dan badan … memperlancar sendi bahu…. namanya goyang rege sebagian… cik..cik..bum..cik..cik.. 
buat secara aggresive pula… jangan peduli apa orang lain bilang.. lepaskan semua beban….. “lepas…lepas…lepas….” 
buat execise tambahan putar kepala … ” membuang sedikit beban yang tertingal di kepala” tahap akhir sekali, tahap manggil hokie.. “hoki…hoki.. lai…. lai….hoki hoki lai…. “ 

Semoga segala penat jadi hilang rezeki pun datang...


 Demikian artikel ini saya posting, semoga bermanfaat bagi kita, ^_^




Selasa, 14 Mei 2013

Kumpulan Dalil Naqli Tentang Bid'ah Agama | dari Al-Qur'an dan Hadits

Sahabat Arena... Kali ini ane pengen share tentang keyakinan ane dalam urusan ibadah yaitu mengenai perbuatan atau amaliah ibadah yang tidak mesti dilakukan sebab tidak ada dasar hukum dalil-dalil nya. Seorang Imam bernama Syathibi rahimahullah pada satu bab dalam kitabnya ‘al-I’tisham’ dalam mencela bid’ah dan akibat buruk pelakunya. Ia menjelaskan bahaya bid’ah dan celaannya dari naql (al-Qur`an dan hadits) dan akal, berikut adalah petikannya:

Dalam al-Qur`an yang menjadi dalil menunjukkan celaan para pelaku bid’ah dalam agama Allah subhanahu wa ta’ala, di antaranya firman Allah subhanahu wa ta’ala:

قال الله تعالي: ﴿ هُوَ الَّذِي أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ ءَايَاتُُ مُّحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتُُ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغُُ فَيَتَّبِعُونَ مَاتَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَآءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَآءَ تَأْوِيلِهِ وَمَايَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلاَّ اللهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ ءَامَنَّا بِهِ كُلُُّ مِّنْ عِندِ رَبِّنَا وَمَايَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُوا اْلأَلْبَابِ ﴾ [ آل عمران: 7 ]

Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab (al-Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat itulah pokok-pokok isi al-Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata:"Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Rabb kami". Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (QS. Ali Imran:7)

Ayat ini merupakan dalil paling kuat dan penjelasannya diriwayatkan dalam hadits shahih dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa ia berkata: ‘Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang firman Allah subhanahu wa ta’ala:

قال الله تعالي: ﴿ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغُُ فَيَتَّبِعُونَ مَاتَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَآءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَآءَ تَأْوِيلِهِ  [ آل عمران: 7 

Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta'wilnya,

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Apabila engkau melihat mereka maka kenalilah mereka. Dan dalam hadits yang shahih, ia berkata: ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang ayat ini:

قال الله تعالي: ﴿ هُوَ الَّذِي أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ ﴾ [ آل عمران: 7 

Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab (al-Qur'an) kepada kamu. (QS. Ali Imran:7)

Hingga akhir ayat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((إِذَا رَأَيْتُمُ الَّذِيْنَ يَتَّبِعُوْنَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ فَأُولَئِكَ الَّذِيْنَ سَمَّى اللّه فَاحْذَرُوْهُمْ)) [ متفق عليه

‘Apabila engkau melihat orang-orang yang mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat darinya, maka merekah itulah yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, maka berhati-hatilah terhadap mereka.”

Diriwayatkan dari Abu Ghalib dan namanya Hazur, ia berkata: ‘Aku berada di Syam (Siria), Muhallab mengirim 70 kepala dari kaum Khawarij, lalu dipasang di jalan Damaskus. Aku sedang berada di atas rumahku. Lalu Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu lewat, maka aku turun lalu mengikutinya. Tatkala ia berdiri di hadapan mereka, air matanya menetes seraya berkata: ‘Subhanallah, apakah yang dilakukan syetan terhadap anak cucu Adam ‘alaihissalam (manusia) –ia mengatakannya tiga kali- anjing-anjing neraka jahanam, anjing-anjing neraka jahanam, seburuk-seburuk yang terbunuh di bawah kolong langit –tiga kali-, sebaik-baik pembunuh adalah yang membunuh mereka, beruntunglah bagi orang yang membunuh mereka atau mereka yang membunuhnya.’

Kemudian ia menoleh kepadaku lalu berkata: ‘Wahai Abu Ghalib, sesungguhnya engkau berada di bumi (wilayah) yang mereka banyak di sana, semoga Allah subhanahu wa ta’ala melidungi engkau dari mereka.’

Aku berkata: ‘Aku melihat engkau menangis ketika melihat mereka? Ia menjawab: ‘Aku menangis karena kasihan melihat mereka, mereka dari kaum muslimin. Apakah engkau membaca surah Ali Imran? Aku menjawab: ‘Ya.’ Lalu ia membaca:

 هُوَ الَّذِي أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ ءَايَاتُُ مُّحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَمَايَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلاَّ اللهُ
hingga sampai ﴿﴾ sesungguhnya di hati mereka ada condong kepada kesesatan maka mereka tersesat.

Kemudian ia membaca:

قال الله تعالي: ﴿ وَلاَ تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِن بَعْدِ مَاجَآءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ﴾ [ آل عمران: 105 ]

Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. (QS. Ali Imran:105)

Hingga firman-Nya subhanahu wa ta’ala:

﴿فَفِي رَحْمَةِ اللهِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ 

maka mereka berada dalam rahmat Allah (surga); mereka kekal di dalamnya. (QS. Ali Imran:107)

Aku berkata: ‘Apakah mereka (dalam ayat) itu adalah mereka (kaum Khawarij) tersebut)? Ia menjawab: ‘Ya.’

Aku berkata: ‘Apakah dari pemahaman engkau atau sesuatu yang engkau dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Ia menjawab: ‘Kalau begitu (bukan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) aku terlalu berani, bahkan aku mendengarnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan sekali dua kali... sehingga ia menghitung tujuh kali.

Kemudian ia berkata: ‘Sesungguhnya bani Israel bercerai berai sebanyak 71 golongan dan sesungguhnya umat ini melebihi atasnya satu golongan, semuanya di neraka kecuali golongan terbesar.’

Aku bertanya: ‘Wahai Abu Umamah, apa pendapatmu terhadap perbuatan mereka? Ia menjawab:

قال الله تعالي: ﴿ عَلَيْهِ مَاحُمِّلَ وَعَلَيْكُم مَّاحُمِّلْتُمْ 

...maka sesungguhnya kewajiban rasul hanyalah apa yang dibebankan kepadanya, kewajiban kamu adalah apa yang dibebankan kepadamu....". (QS. An-Nuur:54)

Jelaslah dengan penafsiran ini bahwa mereka termasuk ahli bid’ah, karena Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu menjadikan kaum Khawarij masuk dalam umumnya ayat tersebut dan sesungguhnya ia diturunkan terhadap mereka. Dan di antara ayat tersebut adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:

قال الله تعالي: ﴿ وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَالِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa. (QS. al-An’am:153)

Jalan yang lurus adalah jalan Allah subhanahu wa ta’ala yang Dia subhanahu wa ta’ala mengajak kepadanya, yaitu sunnah. Dan jalan-jalan, yaitu jalan-jalan orang-orang yang berselisih, yang menyimpang dari jalan yang lurus, mereka adalah ahli bid’ah. Bukanlah maksudnya jalan-jalan maksiat, karena maksiat dari sisi maksiatnya, tidak ada seorang pun yang menjadikan sebagai jalan yang selalu ditelusuri yang menyerupai syari’at, namun sifat ini khusus dengan berbagai macam bid’ah.

Hal ini ditunjukkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Abu Wail, dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: ‘Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggaris bagi kami satu garis yang panjang, menggaris sebelah kanannya dan sebelah kirinya, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Ini adalah jalan yang lurus.’ Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaris beberapa garis bagi kami dari sebelah kanan dan kirinya, dan bersabda: “Ini adalah jalan-jalan (yang banyak), dan di atas setiap jalan darinya ada syetan yang mengajak kepadanya...” kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca:

قال الله تعالي: ﴿ وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ

dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), Maksudnya: garis-garis

فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ 

karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. (QS. al-An’am:153)

Bakar bin ‘Ala` rahimahullah berkata: ‘Saya menduga bahwa yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam maksudkan adalah syetan dari kalangan manusia, yaitu bid’ah-bid’ah. Wallahu A’lam.

Di antara ayat-ayat adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:

قال الله تعالي: ﴿ وَعَلَى اللهِ قَصْدُ السَّبِيلِ وَمِنْهَا جَآئِرٌ وَلَوْشَآءَ لَهَدَاكُمْ أَجْمَعِينَ ﴾ [ النحل: 9 

Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus, dan di antara jalan-jalan ada yang bengkok.Dan jikalau Dia menghendaki, tentulah Dia memimpin kamu semuanya (kepada jalan yang benar). (QS. an-Nahl:9)

At-Tasturi rahimahullah berkata: قَصْدُ السَّبِيل Jalan sunnah, وَمِنْهَا جَآئِرٌ maksudnya ke neraka, dan itulah agama-agama dan bid’ah-bid’ah.

Dan di antaranya firman Allah subhanahu wa ta’ala:

قال الله تعالي: ﴿ إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَىْءٍ إِنَّمَآأَمْرُهُمْ إِلَى اللهِ ثُمَّ يُنَبِئُهُم بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ ﴾ [ النحل: 159 

Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat. (QS. al-An’am:159)

Ibnu ‘Athiyah rahimahullah berkata: ‘Ayat ini berlaku umum bagi pengikut hawa nafsu, bid’ah, yang syazh (langka) dalam furu’, dan selain yang demikian itu dari orang-orang yang suka mendalami dalam perdebatan dan mendalami dalam ilmu kalam. Semua ini bisa membuat tergelincir dan terkena tuduhan karena buruk keyakinan.

Di antaranya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:

قال الله تعالي: ﴿ وَلاَتَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ . مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ ﴾ [ الروم: 31-32] قرئ: فارقوا دينهم
...janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, * yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan.Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (QS. ar-Rum:31-32)

Ditafsirkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa mereka adalah kaum Khawarij, dan Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkannya secara marfu’. Ada yang mengatakan: Mereka adalah pengikut hawa nafsu dan ahli bid’ah. Diriwayatkan dari Sufyan bin ‘Uyaynah rahimahullah, Abu Qilabah rahimahullah  dan selain mereka bahwa mereka berkata: ‘Setiap pelaku bid’ah atau mengada-ada (dalam agama) adalah hina, mereka berdalil dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala:

قال الله تعالي: ﴿ إِنَّ الَّذِينَ اتَّخَذُوا الْعِجْلَ سَيَنَالُهُمْ غَضَبٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَذِلَّةٌ فِي اْلَحَياةِ الدُّنْيَا وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُفْتَرِينَ ﴾ [ الأعراف: 152 

Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai sembahannya), kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Rabb mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kebohongan. (QS. al-A’raaf:152)

Ibnu ‘Aun rahimahullah berkata: Ibnu Sirin rahimahullah berpendapat bahwa ayat ini adalah pada orang-orang yang mengikuti hawa nafsu:

قال الله تعالي: ﴿ وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي ءَايَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلاَ تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ ﴾ [ الأنعام: 68 

Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), janganlah kamu duduk bersama orang. orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu). (QS. al-An’aam: 68)


Dalil Naqli Tentang Bid'ah dari hadits-hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW

Di antara hal itu adalah yang diriwayatkan dalam shahih, dari hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ)) [ متفق عليه 

“Barangsiapa yang membuat-buat dalam perkara kami ini yang bukan bagian darinya maka ia ditolak.”

Dan dalam riwayat Muslim:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ)) [ رواه مسلم ]

“Barangsiapa yang melakukan satu amal ibadah yang tidak ada perintah kami atasnya maka ia ditolak.”

Muslim meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam khutbahnya:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((أَمَّا بَعْدُ, فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ)) [ رواه مسلم 

“Amma ba’du: maka sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah kitabullah (al-Qur`an), sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan seburuk-buruk perkara adalah yang baru-barunya (bid’ah) dan setiap bid’ah adalah sesat.”

Dan dalam satu riwayat, ia berkata: ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah kepada manusia, memuji Allah subhanahu wa ta’ala dan menyanjung-Nya yang Dia berhak mendapat sanjungan itu, kemudian beliau bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((مَنْ يَهْدِهِ اللّه فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَخَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ)) [ رواه مسلم 

“Barangsiapa yang Allah subhanahu wa ta’ala memberi petunjuk kepadanya maka tidak ada yang bisa menyesatkannya, dan siapa yang Allah subhanahu wa ta’ala menyesatkannya maka tidak ada yang bisa memberi petunjuk kepadanya. Dan sebaik-baik ucapan adalah kitabullah (al-Qur`an), sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, seburuk-buruk perkara adalah yang baru-baru (dalam agama) dan setiap yang baru-baru adalah bid’ah.”

Dan dalam riwayat an-Nasa`i:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ)) [ رواه النسائي ]

“Dan setiap yang baru-baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan adalah (tempatnya) di neraka.”

Dan dalam shahih, dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِثْل أُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ لَايَنْقُصُ ذلِكَ مِن أُجُوْرِهِم شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلىَ ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ اْلإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَيَنْقُصُ ذلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا)) [ رواه مسلم وأبو داود و الترمذي

“Barangsiapa yang mengajak (berdakwah) kepada petunjuk niscaya baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit juapun dan siapa yang mengajak kepada kesesatan adalah baginya dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya, hal itu tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun juga. .”

At-Tirmidzi meriwayatkan pula dan ia menshahihkannya, Abu Daud dan selain mereka dari ‘Irbath bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: ‘Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat dengan kami, kemudian menghadap kepada kami, memberi nasihat kepada kami dengan nasihat yang sangat menyentuh hati, air mata berlinang karenanya dan hati menjadi takut darinya. Ada yang berkata: ‘Ya Rasulullah, seolah-olah hal ini adalah nasihat perantunan (perpisahan), apakah yang engkau nasihatkan kepada kami? Beliau bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللّهِ ,وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ كَانَ عَبْدًا حَبَشِيًّا. فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيْرًا, فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِيْنَ, تَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا باِلنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ, فَإِنَّ كُلِّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ)) [ روا ه أبو داود و الترمذي

“Aku berpesan kepada kalian agar bertaqwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala, mendengar dan taat (kepada pemimpin) sekalipun ia seorang budak dari Habasyah (Etheopia). Maka sesungguhnya siapa yang masih hidup dari kamu setelah aku (wafat) maka ia akan melihat perbedaan yang sangat banyak. Maka hendaklah kamu berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin yang mendapat petunjuk, berpegang teguhlah dengannya, gigitlah atasnya dengan gigi geraham. Dan jauhilah perkara-perkara baru, maka sesungguhnya setiap yang baru-baru (dalam agama) adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.”

Dan dalam shahih, dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: ‘Ya Rasulullah, apakah setelah kebaikan datang keburukan? Beliau menjawab: ‘Ya.’ Aku bertanya: ‘Apakah setelah keburukan itu akan datang kebaikan lagi? Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Ya, dan padanya ada asap.’ Aku bertanya: ‘Apakah asapnya? Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Kaum yang mengambil sunnah dengan selain sunnahku, mengambil petunjuk selain petunjukku, engkau mengenal dari mereka dan mengingkari.”

Aku bertanya: ‘Apakah setelah kebaikan itu akan datang keburukan?

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Ya, para penyeru kepada pintu-pintu neraka Jahanam, siapa yang memenuhi panggilan mereka kepadanya mereka akan melemparkannya di dalamnya.’

Aku bertanya: ‘Wahai Rasulullah, jelaskanlah kepada kami tentang mereka.’

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Ya, kaum dari golongan kita dan berbicara dengan bahasa kita.’

Aku berkata: ‘Apakah yang engkau perintahkan kepadaku jika aku menemui hal itu?

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Engkau tetap bersama jama’ah kaum muslimin dan imam mereka.’

Aku berkata: ‘Jika mereka tidak mempunyai jama’ah dan imam?

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Maka hendaklah engkau menghindarkan diri dari semua golongan tersebut, sekalipun engkau menggigit batang pohon sampai kematian menjemputmu dan engkau dalam kondisi seperti itu.”

Dalam hadits shahifah:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((اَلْمَدِيْنَةُ حَرَمٌ مَا بَيْنَ عِيْرٍ وَثَوْرٍ, وَمَنْ أَحْدَثَ فِيْهَا حَدَثًا أَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللّهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ)) [ متفق عليه 

“Madinah haram jarak di antara ‘iir dan tsaur (nama dua gunung di Madinah), barangsiapa yang menciptakan yang baru padanya atau menampung yang muhdits (pelakunya) maka atasnya kutukan Allah subhanahu wa ta’ala, malaikat dan semua manusia. Di hari qiamat, Allah subhanahu wa ta’ala tidak menerima darinya taubat/ibadah sunnah dan tidak pula tebusan/ibadah wajib.”

Hadits ini dalam bentuk umum, meliputi setiap peristiwa yang dimunculkan padanya yang bertentangan dengan syara’, dan bid’ah merupakan peristiwa yang paling buruk. Ia, sekalipun khusus untuk kota Madinah maka yang lainnya juga masuk dalam maknanya.

Dalam al-Muwaththa`, dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju pemakaman lalu bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ دَاَر قَوْمٍ مُؤْمِنِيْنَ, وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللّه بِكُمْ لاَحِقُوْنَ ...إلى أن قال: فَلْيُذَادَنَّ رِجَالٌ عَنْ حَوْضِي كَمَا يُذَادُ الْبَعِيْرُ الضَّالُ, أُنَادِيْهِمْ: أَلاَ هَلُمَّ! أَلاَ هَلُمَّ! أَلاَ هَلُمَّ! فَيُقَالُ: إِنَّهُمْ قَدْ بَدَّلُوْا بَعْدَكَ. فَأَقُوْلُ: فَسُحْقًا فَسُحْقًا فَسُحْقًا)) [ رواه مالك في الموطأ

“Assalamu ‘alaikum, wahai negeri orang-orang beriman, dan sesungguhnya kami insya Allah, akan menyusul kalian...dst hingga beliau bersabda: ...akan diusir beberapa orang dari telagaku sebagaimana diusir unta yang tersesat. Aku memanggil mereka: ‘Ayo ke sini, ayo ke sini, ayo ke sini! Maka dikatakan: ‘Sesungguhnya mereka telah mengganti sesudahmu.’ Maka kukatakan: ‘Maka jauhlah, jauhlah, jauhlah.’

Sebagian ulama menjelaskan bahwa mereka adalah orang-orang yang menyalahi Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan yang lain menyatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang murtad dari agama Islam.

Dan yang menunjukkan makna yang pertama adalah yang diriwayatkan oleh Khaitsamah bin Sulaiman rahimahullah dari Yazid bin Raqqasy rahimahullah, ia berkata: ‘Aku bertanya kepada Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, aku berkata: ‘Ada satu kaum yang bersaksi terhadap kita dengan kekufuran dan kesyirikan, mendustakan telaga dan syafa’at, apakah engkau pernah mendengar sesuatu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Ia menjawab: ‘Ya. Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((بَيْنَ الْعَبْدِ وَاْلكُفْرِ أَوِ الشّرْكِ تَرْكُ الصَّلاَةِ, فَإِذَا تَركَهَا فَقَدْ أَشْرَكَ, وَحَوْضِي كَمَا بَيْنَ اْلأَيْلَةِ إِلَى مَكَّةَ, أَبَارِيْقُهُ كَنُجُوْمِ السَّماَءِ –أو قال: كَعَدَدِ نُجُوْمِ السَّمَاءِ, لَهُ مِيْزَابَانِ مِنَ الْجَنَّةِ, كُلَّمَا نَضبَ أَمَدَّاهُ, مَنْ شَرِبَ مِنْهُ شَرْبَةً لَمْ يَظْمَأْ بَعْدَهَا أَبَدًا. وَسَيَرِدُهُ أَقْوَامٌ ذَابِلَةٌ شِفَاهُهُمْ, فَلاَ يَطْعَمُوْنَ مِنْهُ قَطْرَةً وَاحِدَةً, مَنْ كَذبَ بِهِ الْيَوْمَ لَمْ يُصِبْ مِنْهُ يَوْمَئِذٍ)) [ رواه ابن ماجة
“Sesungguhnya di antara hamba dan kekufuran atau kesyirikan adalah meninggalkan shalat, maka apabila ia meninggalkannya berarti ia syirik. Telagaku sebagaimana antara Ailah hingga Makkah, tekonya sejumlah bintang di langit –atau beliau bersabda: ‘Seperti bilangan bintang di langit, baginya ada dua pancoran dari surga, setiap kali berkurang keduanya menambahnya. Siapa yang minum darinya satu kali minuman niscaya tidak pernah haus lagi sesudahnya untuk selamanya. Dan akan mendatanginya satu kaum, kering bibir mereka, maka mereka tidak bisa minum darinya setetes jua pun. Siapa yang mendustakannya pada hari ini niscaya tidak mendapat minuman darinya pada hari itu.”

Dan padanya, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((إِنِّي تَارِكٌ فِيْكُمْ ثَقَلَيْنِ: أَوَّلُهَا كِتَابُ اللّه فِيْهِ الْهُدَى وَالنُّوْرُ –وفى رواية- مَنِ اتَّبَعَهُ كَانَ عَلَى الْهُدَى وَمَنْ تَرَكَهُ كَانَ عَلَى ضَلاَلَةٍ)) [ رواه ابن ماجة 

“Sesungguhnya aku meninggalkan padamu dua perkara, yang pertamanya adalah Kitabullah (al-Qur`an), di dalamnya ada petunjuk dan cahaya –dalam satu riwayat- di dalamnya ada petunjuk, siapa yang berpegang dengannya dan mengambil dengannya niscaya ia berada di atas petunjuk, dan siapa yang tidak mengambilnya niscaya ia tersesat. Dan pada satu riwayat: Siapa yang mengikutinya niscaya ia berada di atas petunjuk dan siapa yang meninggalkannya ia berada di atas kesesatan.”

Ath-Thahawi rahimahullah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((إِنَّ لِكُلِّ عَابِدٍ شِرَّةً وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةً, فَإِمَّا إِلَى سُنَّةٍ وَإِمَّا إِلَى بِدْعَةٍ. فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّتِي فَقَد اهْتَدَى وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى غَيْرِ ذلِكَ فَقَدْ هَلَك)) [ رواه أحمد 

“Sesungguhnya bagi setiap ‘abid (ahli ibadah) ada keinginan/semangat, dan dan bagi setiap semangat ada kemalasan (kurang dalam ibadah). Maka bisa jadi kepada sunnah dan bisa jadi kepada bid’ah, maka siapa yang malas lalu kembali kepada sunnahku berarti ia mendapat petunjuk dan siapa yang malasnya kepada selain yang demikian itu berarti ia binasa.”

Dalil Naqli tentang Bid'ah Berdasarkan dari salafus shalih yaitu dari kalangan sahabat dan tabi’in dalam mencela orang-orang menyalahi Al-Qur'an dan As-Sunnah Rasulullah SAW.

Di antara yang datang dari para sahabat:

Yang diriwayatkan dalam riwayat yang shahih dari Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia berkhutbah kepada manusia dan berkata: ‘Wahai sekalian manusia, telah disunnahkan bagimu sunnah-sunnah, dan diwajibkan kepadamu kewajiban-kewajiban, serta ditinggalkan atas yang sudah jelas, kecuali kamu tersesat dengan manusia kanan dan kiri.”

Dan ia menepukkan dengan salah satu tangannya kepada yang lain, kemudian berkata: ‘Janganlah kamu binasa karena ayat rajam, yaitu yang berkata: ‘kami tidak menemukan ayat tentang rajam dalam al-Qur`an’, maka sungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah merajam dan kami telah merajam....’hingga akhir pembicaraannya.

Dalam Shahih dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: ‘Wahai sekalian ahli al-Qur`an (Qurra), luruslah, maka sungguh kamu telah mendahului dengan jauh, dan jika kamu mengambil kanan dan kiri maka sungguhnya kamu tersesat yang sangat jauh.’
Dan darinya juga: ‘Yang paling aku khawatirkan terhadap manusia ada dua: bahwa mereka lebih mengutamakan sesuatu yang mereka lihat dari pada sesuatu yang mereka ketahui dan mereka tersesat sedang mereka tidak mengetahui.’ Sufyan berkata: Ia adalah pelaku bid’ah.

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Ikutilah atsar kami dan janganlah kamu melakukan bid’ah, maka sungguh kamu sudah dicukupkan.’

Ibnu Wahb rahimahullah meriwayatkan pula, ia berkata: ‘Kamu harus menuntut ilmu sebelum diambil, dan diambilnya ilmu dengan wafatnya ulama. Kamu harus menuntut ilmu, sesungguhnya seseorang darimu tidak mengetahui kapan ia membutuhkan apa yang ada di sisinya. Dan kamu akan menemukan beberapa kaum yang mengaku bahwa mereka mengajak kepada Kitabullah (al-Qur`an) padahal mereka telah melemparkannya di belakang punggung mereka. Kamu harus menuntut ilmu dan jauhilah bid’ah dan berlebih-lebihan dalam agama, dan tekunilah yang lama (sunnah).’

Dan darinya pula: ‘Sederhana dalam sunnah lebih baik dari pada bersungguh-sungguh dalam bid’ah.’
Dari Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: ‘Aku tidak meninggalkan sesuatu yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengamalkannya kecuali aku mengamalkannya dan sesungguhnya aku khawatir jika meninggalkan sesuatu dari perkara beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjadi tersesat.’
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: ‘Shalat dalam safar adalah dua rekaat, siapa yang menyalahi sunnah ia kufur.’

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: ‘Kamu harus istiqamah dan mengikuti atsar, dan hindarilah bid’ah.’

Dan Ibnu Wahb rahimahullah meriwayatkan darinya, ia berkata: ‘Siapa yang memunculkan satu pendapat dalam Kitabullah (al-Qur`an) dan tidak pernah ada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam padanya, niscaya ia tidak tahu apa yang akan menimpanya apabila bertemu Allah subhanahu wa ta’ala.’.

Demikian Artikel tentang Kumpulan Dalil Naqli Tentang Bid'ah Agama dari Al-Qur'an dan Hadits, semoga kita lebih berhati-hati lagi dalam urusan ibadah yang satu ini.