Minggu, 06 Oktober 2013

Hikmah Qurban dan Pengorbanan Nabi Ibrahim

Awal mula ritual Qurban dalam syariat umat Islam adalah ketika Nabi Ibrahim diperintah Allah swt untuk menyembelih putra kesayangannya Ismail. Manusiawi bila Nabi Ibrahim ketika itu dalam hatinya menolak perintah tersebut, namun penolakan itu terjadi lantaran kecintaan Nabi Ibrahim kepada Allah swt melebihi kecintaan kepada selainnya.
Hikmah pertama dari awal kisah di atas bahwa kecintaan kepada Allah itu tidak boleh dibandingkan dengan kecintaan kita kepada makhluk. Bahwa kecintaan kepada Allah itu bersifat murni, tidak seperti cinta kita kepada yang kita sayangi di dunia, termasuk harta dan keturunan.
Nabi Ibrahim lolos ujian “kecintaan” dan akhirnya putra tersayang Nabi Ibrahim batal disembelih dan Allah memerintahkan menggantinya dengan seekor domba. Hingga syari’at dalam Islam ada istilah udlhiyah atau juga berarti penyembelihan hewan Qurban seperti domba, sapi atau unta, sebagai salah satu cara membuktikan kita cinta kepada Allah SWT.
Hikmahnya adalah siapapun orang yang mengalami hidup selalu disodori oleh Allah swt berbagai pilihan yang harus ditentukan. Ketika itu seorang muslim menentukan pilihan berdasarkan ridlo Allah swt dan bagi yang lolos ujian tersebut akan mendapat balasan setimpal di dunia dan akhirat kelak.
Setiap tanggal 10 bulan Dzulhijjah umat Islam di seluruh dunia merayakan ‘iedul Qurban atau istilah lain Hari Raya Qurban, merupakan sebuah refleksi atas catatan sejarah perjalanan kebaikan umat manusia pada masa lalu yang dalam hal ini dipelopori oleh Nabi Ibrahim dan putranya Nabi Ismail.
Dalam konteks ini, mimpi Ibrahim untuk menyembelih anaknya, Ismail, merupakan sebuah ujian Allah, sekaligus perjuangan maha berat seorang Nabi Ibrahim yang diperintah oleh Allah melalui malaikat Jibril untuk mengurbankan anaknya. Peristiwa itu harus dimaknai sebagai pesan simbolik agama, yang menunjukkan ketakwaan, keikhlasan, dan kepasrahan seorang Ibrahim pada titah sang pencipta.
Hampir seluruh ulama sepakat bahwa apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim terhadap Ismail adalah bukti penyerahan diri sepenuhnya terhadap perintah Allah SWT. Oleh karenanya ajaran Nabi Ibrahim disebut sebagai ajaran Islâm atau (penyerahan diri). Seorang mufassir modern, Muhamad Ali (1874-1951) memaknai Qurban sebagai tindakan kerendahan hati dan kesabaran dalam penderitaan dan ketakjuban kepada Ilahi. Dalam hal penyembelihan hewan sebagai simbol Qurban.
Sementara intelektual Muslim asal Iran, Ali Syariati, dalam bukunya ‘Hajj’, ibadah ritual Qurban bukan sekadar memiliki makna bagaimana manusia (baca: umat Islam) mendekatkan diri kepada Allah SWT, tetapi juga mendekatkan diri kepada sesama manusia, terutama mereka yang tergolong sebagai kaum dhuafa dan marginal.
Ali Syariati memaknainya sebagai sebuah perumpamaan atas kemusnahan dan kematian ego. BerQurban berarti menahan diri dari, dan berjuang melawan, godaan ego. Qurban atau penyembelihan hewan sebenarnya adalah lambang dari penyembelihan hewan (nafsu hewani) dalam diri manusia.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa Ibadah Qurban memiliki pesan bahwa umat Islam diharuskan lebih mendekatkan diri dengan kaum dhuafa (kaum miskin) dan lebih mengutamakan nilai-nilai persaudaraan dan kesetiakawanan sosial.
Pada aspek lain hikmah yang dapat kita petik dengan berqurban hewan, kita dapat mendekatkan diri kepada kaum dhuafa yang kesulitan mendapatkan daging. Ini harus menjadi pelajaran buat kita bahwa bila diberikan kenikmatan, maka kita diwajibkan untuk berbagi kenikmatan dengan orang lain. Ibadah Qurban mengajak mereka yang termasuk dalam golongan dhuafa untuk merasakan kenyang.
Dengan dasar spirit di atas, hari raya iedul qurban atau iedul adha memiliki tiga makna penting yaitu:
  • Pertama, makna ketakwaan manusia atas perintah sang Khalik.
  • Kedua, makna penyerahan diri kepada Allah. Qurban adalah simbol penyerahan diri manusia secara utuh kepada sang pencipta Allah Swt, sekalipun dalam bentuk pengurbanan seorang anak yang sangat kita kasihi.
  • Ketiga, spirit hidup sosial, ibadah qurban sebaiknya kita jadikan sebagai prinsip hidup dalam berbagai sesama umat manusia dalam kehidupan sehari-hari. Tidak sekadar kita implementasikan hanya membeli hewan ternak lalu disembelih dan dagingnya dibagikan kepada kaum dhuafa. lebih dari itu Qurban harus kita jadikan spirit hidup sepanjang masa.
Demikian hikmah syariat qurban dan pengorbanan Nabi Ibrahim AS, semoga spirit berqurban dapat menjadi prinsip hidup kita semua dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar